Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusakan Karang di Raja Ampat, Luhut Bilang Harus Introspeksi

Kompas.com - 20/03/2017, 23:25 WIB
Hamzah Arfah

Penulis

GRESIK, KOMPAS.com – Hingga kini, tim terpadu yang menangani kerusakan terumbu karang seluas 1.600 meter persegi di Raja Ampat oleh kapal MV Caledonian Sky masih bekerja. 

“Kami masih menunggu laporan dalam beberapa hari ke depan. Dari laporan yang saya dapat siang tadi, tim asuransi juga turut hadir mengambil data di lapangan,” ucap Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Gresik, Senin (20/3/2017).

Laporan tim terpadu, sambung Luhut, nantinya akan menjadi pijakan tindakan hukum yang memungkinkan diambil pemerintah terhadap manajemen kapal pesiar tersebut. Jika dinyatakan bersalah, pihaknya sudah siap mengambil tindakan tegas.

“Mengenai kerugian sampai saat ini masih belum bisa kami pastikan. Semuanya masih dihitung. Selain berapa luasan terumbu karang yang rusak secara rinci, juga bagaimana kapal itu sampai bisa masuk. Kami juga sedang mengumpulkan data, mengenai kemungkinan membawanya ke hukum internasional,” jelasnya.

Luhut menjelaskan, kasus ini telah menyita perhatian dunia. Sebab, terumbu karang yang rusak di Raja Ampat dianggap sebagai warisan bagi Indonesia dan aset dunia.

“Tapi harus instrospeksi juga kenapa kapal itu bisa lepas. Pemerintah akan memperkuat peraturan, karena Raja Ampat adalah daerah tujuan wisata yang terumbu karangnya jenis langka di dunia,” tutur Luhut.

Berita sebelumnya, kapal pesiar Inggris, Caledonian Sky, yang berlayar hingga wilayah perairan yang surut di Raja Ampat, mengakibatkan rusaknya terumbu karang di salah satu ekosistem laut terindah di Indonesia tersebut. 

Peristiwa tersebut terjadi pada 4 Maret 2017 lalu, saat kapal berbobot 4.290 ton tersebut selesai mengantarkan 102 penumpangnya melakukan pengamatan burung di Waigeo.

 

Sebelumnya diberitakan, kapal pesiar Inggris, Caledonian Sky, yang berlayar hingga wilayah perairan yang surut di Raja Ampat, mengakibatkan rusaknya terumbu karang di salah satu ekosistem laut terindah di Indonesia tersebut.

 

Peristiwa tersebut terjadi pada 4 Maret 2017 lalu, saat kapal berbobot 4.290 ton tersebut selesai mengantarkan 102 penumpangnya melakukan pengamatan burung di Waigeo.

Ricardo Tapilatu, Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Laut Universitas Papua yang melakukan evaluasi mengatakan, kapal tersebut sebenarnya dilengkapi GPS dan radar, tetapi tak diketahui bagaimana bisa terjebak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com