Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Obyek Wisata, Hutan Mangrove Ini Jadi Tempat Mampir Burung dari Belahan Dunia

Kompas.com - 06/03/2017, 15:17 WIB
Achmad Faizal

Penulis

SURABAYA, KOMPAS.com - Meski berstatus kota jasa dan perdagangan, Surabaya tetap memiliki spot wisata alam.

Seluas 200 hektar hutan mangrove di Kecamatan Wonorejo disulap menjadi tempat wisata alam sekaligus sebagai pelengkap ekosistem pantai di kawasan pantai timur Surabaya (Pamurbaya).

Saat ini, pengembangan fasilitas masih terus dilakukan seperti akses jalan dari kayu, pos pantau, dermaga, termasuk sentra PKL di sekitar pintu masuk yang menyajikan menu khas ikan-ikanan dan sambal.

Untuk masuk ke hutan mangrove tidak perlu membayar. Bagi pengendara hanya membayar parkir kendaraan.

Pengunjung bisa berjalan-jalan sambil menikmati asrinya hutan mangrove dan berfoto dengan latar belakang hutan bakau ini. Sarana perahu juga disediakan untuk pengunjung yang ingin mengitari hutan mangrove.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengakui, saat ini wisata hutan mangrove Wonorejo memang belum mendatangkan dampak ekonomi signifikan bagi warga sekitar.

"Saat ini memang belum signifikan dampak ekonominya, tunggu saja dua tahun lagi," katanya belum lama ini.

Tidak hanya sebagai spot wisata alam, keberadaan hutan mangrove, kata Risma, memiliki partisipasi penting melindungi daratan daratan dari rob dan tsunami.

"Dari konteks ekosistem pantai, hutan mangrove juga sebagai rumah yang nyaman bagi ikan untuk berpijah, serta tempat mampir burung-burung dari berbagai belahan dunia yang bermigrasi," terangnya.

Risma memiliki mimpi menjadikan wisata hutan mangrove menjadi wisata yang terintegrasi dengan wisata jembatan Surabaya di Pantai Kenjeran dengan sarana kereta gantung.

"Karena Surabaya tidak punya potensi wisata alam, rencana itu harus dilakukan dengan menggandeng swasta," jelasnya.

Pamurbaya menjadi salah satu lokasi transit berbagai jenis burung pantai yang bermigrasi dari berbagai belahan benua di dunia. Berdasarkan riset tim pengamat burung, selain dari Siberia, burung pantai juga berasal dari Rusia, Tiongkok, maupun Korea Selatan.

“Ketika di sana sedang musim dingin, tidak ada makanan serta persaingan sesama burung sangat tinggi, maka burung-burung kemudian ke Pamurbaya," kata relawan pengamat burung, Iwan Londo Febrianto.

Pamurbaya, menurut Iwan, bukan tujuan akhir. Burung-burung itu hanya mampir untuk mengambil bekal makanan, kemudian terbang lagi.

Burung-burung tersebut mencari makan di hutan mangrove dan tambak-tambak warga. Jenis burung yang transit di Pamurbaya antara lain gajahan pengala, biru laut ekor hitam, biru laut ekor blorok, dan cerek pasir mongolia. Burung-burung itu terbang dari berbagai negara di belahan bumi bagian utara menuju Australia dan Selandia Baru pada September hingga April.

"Itu pakemnya, tapi karena global warming, jadwal berubah mulai November hingga April," ujarnya.

Jumlah burung yang bermigrasi juga menurutnya berkurang. Dulu, kata Iwan, dalam satu petak tambak, ada sekitar 3.000, namun saat ini hanya ada 1.000 sampai 500 burung.

Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya area lahan basah karena banyaknya lahan yang digunakan pengembang untuk perumahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com