Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anthon Sihombing
Komisi V DPR

Anthon Sihombing adalah anggota Komisi IV DPR RI, lahir di Tapanuli Utara, 28 Februari 1952. Alumnus Akademi Ilmu Pelayaran dan S-3 Universitas Satyagama, pernah menjadi Ketua KAPPI dan Himpunan Pelajar Swadiri Siantar (1967-1968) dan Ketua Pengurus Pelaut Indonesia di Eropa yang berkedudukan di Hamburg. Juga menjabat Ketua Bidang Kemaritiman DPP Golkar.

Asas Pemerataan dalam Percepatan Pembangunan Sumatera Utara

Kompas.com - 03/03/2017, 16:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

KOMPAS.com — Secara geografis, Provinsi Sumatera Utara berada di posisi antara 10 dan 40 derajat Lintang Utara dan 98,0 hingga 10,00 derajat Bujur Timur. Ini merupakan wilayah yang strategis.

Daerah ini luasnya mencapai 71.680,68 km persegi atau 3,72 persen dari luas wilayah Republik Indonesia. Wilayahnya ini terdiri dari 162 pulau, yaitu 6 pulau di pantai timur dan 156 pulau di pantai barat.

Bagian timur Sumut persis di jalur pelayaran internasional Selat Malaka. Bagian baratnya berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Sumut juga berada dekat dengan negara Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Dengan posisi seperti itu, Sumut merupakan wilayah potensial sebagai hub internasional. Masalahnya, hingga 2015, jangankan menjadi prioritas, potensi besar Sumut tersebut belum sepenuhnya tersentuh, bahkan boleh dibilang masih tertinggal. Infrastruktur jalan, misalnya, sejak Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), belum ada kemajuan yang signifikan.

Kondisi infrastruktur jalan nasional di Sumut merupakan yang terburuk jika dibandingkan jalan nasional di daerah lain di Pulau Sumatera. Ratusan kilometer jalan nasional rusak. Hanya di Sumut pula, masih ada jalan nasional yang berupa tanah.

Ironis memang. Padahal, kontribusi Sumut bagi negara terhitung besar. Dari perkebunan kelapa sawit yang mencapai 1,1 juta hektar atau 24 persen dari total wilayah daratan yang mencapai 72.000 km persegi, Sumut hanya kalah dari Provinsi Riau yang memiliki luas lahan sawit 2 juta hektar. Kebun sawit Sumut memberikan sumbangan bagi pemasukan negara sebanyak ratusan triliun rupiah.

Buruknya infrastruktur Sumut tidak lepas dari fokus pembangunan yang lebih Jawa-sentris. Karena itu, lahirnya program Indonesia-sentris yang digagas Presiden Joko Widodo memberikan angin segar. Ini bukan hanya untuk Sumut, melainkan juga daerah lain.

Khusus di Sumut, harapan indah tumbuh seiring dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.

Beleid yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 8 Januari 2016 itu menetapkan 10 proyek strategis nasional di Sumatera Utara.

Proyek itu meliputi jalan tol Medan-Binjai sepanjang 16 kilometer dan jalan tol Kisaran-Tebing Tinggi sebagai bagian dari delapan ruas Trans-Sumatera, kereta api Tebing Tinggi Kuala Tanjung sebagai bagian dari jaringan KA Trans-Sumatera, pengembangan pelabuhan internasional Kuala Tanjung, serta pembangunan pipa gas Belawan-Sei Mangkei kapasitas 75 mmscfd dengan panjang 139,24 km.

Selanjutnya adalah Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Mebidang, Bendungan Lausimeme, pembangunan Kawasan Industri Prioritas Kuala Tanjung dan Sei Mangkei, percepatan infrastruktur transportasi, listrik, dan air bersih untuk 10 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) prioritas Danau Toba, serta proyek pembangunan smelter Kuala Tanjung.

Satu tahun setelah beleid turun, pembangunan di wilayah Sumut rupanya masih terasa sepoi-sepoi. Arus deras pembangunan yang diharapkan sepertinya belum sepenuhnya dirasakan warga.

Karenanya, menarik manakala Presiden Joko Widodo, dalam rapat terbatas (ratas) tentang Evaluasi Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Program Prioritas di Sumatera Utara bersama Gubernur Sumatera Utara H Tengku Erry Nuradi di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (16/2/2017) sore, mengingatkan agar pemerataan pembangunan antar-wilayah di Provinsi Sumatera Utara betul-betul diperhatikan.

Presiden, sebagaimana dilansir laman Setkab.go.id, berkeyakinan bahwa dengan pemerataan serta percepatan pembangunan infrastruktur, Sumut akan bisa maju semakin pesat lagi jika potensi-potensi ekonomi yang ada di semua wilayah, mulai dari pesisir timur, tengah, sampai barat, bisa digerakkan secara maksimal.

Infrastruktur sebagai motor pertumbuhan

Mencermati isi PP No 3/2016, terlihat nyata pembangunan infrastruktur dipilih oleh pemerintah sebagai kunci untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Karena itu, percepatan pembangunan infrastruktur, seperti pelabuhan, bandara, dan jalan, khususnya jalan tol, adalah satu keharusan.

Ketersediaan infrastruktur transportasi itu akan memberikan dampak besar pada kecepatan pengembangan dan pertumbuhan wilayah ekonomi terkait.

Karenanya, pilihan pemerintah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi sangatlah tepat dan layak mendapat apresiasi.

Selain terkait erat dengan masalah logistik, ketersediaan infrastruktur transportasi merupakan salah satu pertimbangan utama investasi. Ini karena transportasi terkait dengan masalah logistik, satu dari sejumlah persoalan yang menjadi kendala utama Indonesia menarik investor.

Dari sejumlah studi, sebagaimana diungkap Kamar Dagang Indonesia dan Industri (Kadin Indonesia), sekitar 17 persen diserap oleh biaya logistik. Padahal, dalam ekonomi negara-negara tetangga, angka ini hanya di bawah sepuluh persen.

Masalah logistik yang tidak efisien mencakup bidang transportasi, pergudangan, konsolidasi kargo, clearance perbatasan, distribusi, dan sistem pembayaran. Ini sangat menghambat peluang para pengusaha untuk memperluas bisnis mereka. Dengan kata lain, infrastruktur transportasi ada di urutan atas bagi para investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Di luar infrastruktur transportasi, hal yang juga patut dicermati adalah tersedianya pasokan energi. Bukan rahasia, meskipun negeri ini dinyatakan berkelimpahan sumber daya energi, nyatanya pemadaman listrik cukup lumrah terjadi di daerah-daerah selain Jawa dan Bali. Hal ini juga membuat investor asing gamang untuk menanamkan modalnya.

Dampak positif bagi wilayah perbatasan

Lewat PP No 3/2016, pemerintah memastikan,  infrastruktur transportasi akan tersedia di Sumut ke depan. Beleid tersebut juga memperkuat fakta bahwa wilayah yang terdiri dari 21 kabupaten dan 7 kota, 383 kecamatan, serta 5.736 desa/kelurahan ini menjadi lokomotif pertumbuhan.

Satu pilihan yang tepat mengingat bahwa dibanding daerah lain di Sumatera, Sumut sejauh ini cenderung menjadi tujuan migrasi warga dari wilayah sekitar. Itu terlihat dari Kota Medan, ibu kota Provinsi Sumut, yang dihuni oleh beragam etnis.

Adalah tepat karenanya manakala Presiden Joko Widodo di awal pemerintahannya memilih Sumut sebagai pijakan membangun infrastruktur. Itu ditandai dengan groundbreaking atau pemancangan tiang pembangunan Terminal Multipurpose PT Pelindo I (Persero), Kuala Tanjung, per 27 Januari 2015.

Bersamaan itu pula, ada pembangunan proyek diversifikasi produk dan pengembangan pabrik peleburan aluminium PT Inalum (Persero), Kuala Tanjung; pabrik minyak goreng PTPN III (Persero), Sei Mangkei; Gardu Induk PLN, Sei Mangkei; dan jalan tol Medan-Binjai, Jalan Binjai, Desa Megawati.

Ada juga proyek-proyek infrastruktur di Kuala Tanjung dan di Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei serta di Kabupaten Binjai, Sumatera Utara.

Berbagai proyek tersebut di atas sejatinya tidak semata-mata hanya untuk kepentingan pertumbuhan di Sumut, tetapi juga untuk wilayah sekitarnya.

Pengembangan wilayah Sumut memiliki nilai strategis. Selain menjadi penghubung langsung ke dunia internasional, Sumut juga bisa menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi bagi kepulauan Sumatera pada umumnya dan tiga wilayah yang berbatasan langsung, yakni Provinsi Aceh di sebelah utara, Provinsi Riau, dan Provinsi Sumatera Barat di sebelah selatan.

Dengan dasar pemikiran itu, maka pembangunan wilayah Sumut tidak bisa berdiri sendiri. Dukungan dari wilayah sekitarnya sangat dibutuhkan.

Karena itu, pemerataan pembangunan di Sumut dan sekitarnya juga harus diwujudkan. Dengan kata lain, perlu ada jalinan kerja sama, khususnya daerah yang berbatasan langsung dengan Sumut.

Akselerasi itu dibutuhkan, tidak hanya keluar wilayah yang berbatasan dengan Sumut, tetapi juga ke dalam.

Ambillah contoh pengembangan pariwisata Danau Toba. Selain dukungan akses transportasi seperti bandara, pelabuhan, dan jalan, perlu juga mempercepat penataan kawasan dan sektor penunjang, seperti hotel dan restoran. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah ketersediaan atraksi wisata, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, serta penyiapan-penyiapan untuk budaya.

Akhir kata, akselerasi di semua lini merupakan kunci sukses pembangunan yang ujungnya pada kesejahteraan. Saatnya kini, pemangku kepentingan di Sumatera Utara bersatu padu mewujudkan harapan itu.

Kini, bukan zamannya lagi, warga berpangku tangan menunggu uluran pusat. Saatnya pula, sumber daya manusia di Sumut meng-upgrade diri, menyambut percepatan pembangunan yang tidak terbendung.

Sejatinya, kemajuan wilayah Sumut nanti tidak akan berarti manakala daerah dan warga di dalamnya tidak ikut menikmati dan mendapat manfaat langsung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com