Sementara itu, konflik angkutan konvensional dan angkutan online kerap menimbulkan ketegangan antar pengemudi.
Jika tetap dibiarkan, ketegangan itu akan memicu konflik horizontal yang lebih besar.
Data dari Dinas Perhubungan Kota Malang menyebutkan, terdapat 2.192 izin trayek yang dikeluarkan pada tahun 1989 dengan 25 jalur.
Adapun untuk taksi, terdapat sekitar 450 unit taksi dari empat perusahaan yang beroperasi di Malang.
Untuk angkutan online, sudah ada sejumlah penyedia layanan yang mulai beroperasi, seperti Go-Jek, Grab, dan Uber.
Para pengemudi angkutan konvensional menolak adanya angkutan online. Sebab, pendapatan mereka turun drastis dengan adanya angkutan online itu.
Pada Senin (20/2/2017) pekan lalu, ratusan sopir angkutan konvensional menggelar mogok massal dan menggelar aksi demonstrasi di depan Balai Kota Malang.
Setelah mediasi pada Senin kemarin, para pihak yang terlibat menyepakati adanya zona tertentu yang terlarang bagi angkutan online untuk menarik penumpang.
"Angkutan berbasis online dilarang mengambil dan atau menarik penumpang pada lokasi perhotelan, mal, stasiun, terminal, tempat hiburan, pasar, rumah sakit, jalan yang dilalui angkutan kota," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Malang Kusnadi saat membacakan hasil mediasi.
Meski sudah menjadi kesepakatan bersama, ketentuan zona larangan itu masih berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar pengemudi yang selama ini kerap terjadi. Apalagi, banyak celah yang belum tercantum dalam ketentuan itu, misalnya radius wilayah pada setiap zona yang dilarang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.