Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPHSU: Pengungsi Sinabung Sudah Merambah Hutan Negara

Kompas.com - 16/02/2017, 18:41 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Pengungsi erupsi Gunung Sinabung yang diduga dari Desa Sigarang-garang dan Sukanalu telah membuka permukiman dan lahan pertanian di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Barisan dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di wilayah Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Aktivitas mereka terindikasi sudah berlangsung sejak setahun lalu.

"Awalnya hanya sekitar 50-an keluarga saja yang coba-coba, lalu pelan-pelan buka hutan. Sekarang sudah massif, diperkirakan ada 500-an keluarga di kawasan hutan itu. Beberapa di antaranya telah membangun rumah dan menetap," kata Sekjen Komunitas Peduli Hutan Sumatera Utara (KPHSU), Jimmy Panjaitan, Kamis (16/2/2017).

Dia menilai, apa yang dilakukan para pengungsi adalah bagian dari kebosanan dan ketidakpastian hidup bertahun-tahun di posko-posko pengungsian. Belum lagi penanganan kebencanaan yang karut marut.

Jimmy mendesak gubernur Sumatera Utara melakukan inisiatif legalitas aktivitas para pengungsi yang sedang mengusai lahan di kawasan hutan negara tersebut.

"Kami minta persoalan ini segera ditangani, jangan didiamkan, biarkan atau pura-pura tidak tahu. Pembiaran justeru akan menuai masalah lebih rumit dan kompleks nantinya," ucapnya.

Para pengungsi harus diberikan kepastian usaha dan jaminan kelangsungan hidup. Saat ini, situasi membuat mereka terus khawatir dan waswas terhadap apa yang sedang mereka usahai.

Legalitas keberadaan mereka sangat penting mengingat situasi bencana dan penanganannya yang tak kunjung selesai. Selain itu, legalitas juga penting untuk menjaga keutuhan kawasan hutan, perambahan jangan semakin meluas.

"Kekhawatiran kami, tidak hanya pengungsi yang masuk kawasan hutan, tapi pihak-pihak lain yang mendompleng. Saat ini setidaknya sudah hampir 800 hektar kawasan hutan yang digarap, beriringan dengan maraknya aktivitas pembalakan liar. Gubernur harus membentuk tim khusus lintas instansi dan stakeholder untuk penanganan ini," kata Jimmy lagi.

Legalitas itu, lanjutnya, dilakukan dengan skema perhutanan sosial. Gubernur sebagai pemimpin daerah memiliki kewenangan, maka segera invetarisir jumlah pengungsi yang berada di lokasi, analisis pola pengelolaannya, bangun komitmen perlindungan kawasan hutan, dan segera usulkan ke Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

KPHSU berharap dalam tiga bulan ke depan, persoalan pengungsi di dalam kawasan Tahura Bukit Barisan dan TNGL sudah ada titik terang dan solusi demi jaminan dan kepastian kepada masyarakat.

"Supaya masyarakat nyaman dan aman bertani kembali, namun kawasan hutan tetap terjaga dari perambahan yang lebih massif," tegas dia.

Untuk menanggapi hal ini, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho yang coba dikonfirmasi tidak menjawab pertanyaan Kompas.com yang dikirim lewat pesan singkat WhatsApp.

Sebelumnya, BNPB mengeluhkan faktor ketersediaan lahan untuk relokasi permukiman dan usahan tani pengungsi Sinabung. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memberikan lahan Area Penggunaan Lain (APL) seluas 6.300 hektar untuk permukiman dan usaha tani, namun di lapangan lahan ini semuanya dikuasai pihak lain.

"Solusinya adalah pemberian ijin pinjam pakai kawasan hutan seluas 750 hektar untuk menampung relokasi sejumlah 1.271 KK. Tanpa ada lahan baru maka relokasi akan terhambat. Masyarakat akan lebih lama tinggal di pengungsian dan sulit membangun kehidupan yang lebih baik," kata Sutopo waktu itu.

Baca juga: Usul BNPB Relokasi Pengungsi Sinabung ke Kawasan Hutan Dikritik

Sementara itu, Kepala BPBD Sumatera Utara, Riadil Akhir Lubis yang dikonfirmasi mengarahkan ke kepala BPBD Kabupaten Karo karena mengaku dirinya belum mengetahui permasalahan ini.

Kepala BPBD Karo Martin Sitepu via selulernya mengaku pihaknya sudah mengetahui ada pengungsi yang merambah kawasan hutan sejak tahun lalu.

"Bukan kami yang menyuruh, sudah kami larang dan sudah kami laporkan ke dinas kehutanan provinsi sejak tahun lalu. Provinsi-lah yang harusnya mengambil tindakan," kata Martin.

Ditanya jumlah dan apakah yang melakukan perambahan memang warga dua desa tersebut, dia mengaku tidak bisa memastikannya.

"Sudah tidak ingat lagi jumlahnya, ada datanya di provinsi itu. Kami juga tak bisa memastikan cuma pengungsi saja yang masuk hutan, kemungkinan pihak-pihak lain bisa saja," tambahnya.

Perhutanan sosial

Terkait skema perhutanan sosial yang menurut KPHSU menjadi solusi bagi para pengungsi, Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Wilayah Sumatera di Medan, Ratna Hendratmoko mengatakan, skema perhutanan bisa saja dilakukan, namun harus berdasarkan peta indikatif perhutanan sosial yang sudah di SK-kan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Di mana saja dimungkinkan untuk diusulkan menjadi areal perhutanan sosial melalui mekanisme hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan desa dan kemitraan kehutanan. Untuk Provinsi Sumatera Utara ada 550.000-an hektar.

"Kita belum memonitor pasti lokasi mana yang dipakai teman-teman pengungsi Sinabung. Kita memang sementara ini fokus di tujuh kabupaten sekitar Danau Toba sesuai arahan presiden kemarin. Kami harus memetakan benar dulu, kalau berada di kawasan konservasi tidak dimungkinkan dilakukan mekanisme tersebut. Tapi bisa direlokasi ke kawasan yang memang ada potensi perhutanan sosialnya," kata Moko.

Namun, kata Moko, KPHSU harus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara karena Balai PSKL Wilayah Sumatera membawahi lokasi dari Aceh sampai Lampung. Atensi masyarakat Sumatera Utara terhadap program perhutanan sosial menurutnya kalah jauh dengan provinsi tetangga seperti Lampung, Bengkulu dan Jambi.

"Kita kalah jauh, ini salah satu PR saya untuk mengakselerasikan program perhutanan sosial di Sumatera Utara. Untuk kawan-kawan pengungsi, kawasan perhutanan sosial bukan untuk kawasan permukiman, tapi areal yang harus dikerjakan. Jadi kita pastikan dulu titik koordinatnya di mana," ucap ketua Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial (Pokja PPS) ini.

Moko menjelaskan, pihaknya konsen dengan permasalahan seperti pengungsi itu, tapi tetap harus saling berkoordinasi dan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan instansi terkait seperti Dinas Sosial dan BPBD Sumut untuk mengarahkan pengungsi ke jalan yang benar.

Kendalanya, banyak dari mereka masih terikat emosional dan budaya dengan tanah mereka di lahirkan sehingga untuk mengarahkan mereka meninggalkan lokasi itu tidak gampang.

"Ini tanah leluhurku, tidak mungkin kami tinggalkan. Kita harus paham bagaimana kuburan nenek moyangnya ada di situ. Ini masalah-masalah yang timbul, perlu kebesaran hati dan tidak gampang," pungkas Moko.

Seperti diberitakan, aktivitas vulkanik Gunung Sinabung di Kabupaten Karo terus terjadi. Pos pengamatan Gunung Sinabung PVMBG menyatakan, erupsi disertai luncuran awan panas terus berlangsung tanpa dapat diprediksi kapan aktivitasnya akan menurun.

Sejak Juni 2015 sampai saat ini status Gunung Sinabung tetap Awas (level IV). Kawasan rawan bencananya terus meluas. Dengan makin meluasnya daerah yang berbahaya, maka jumlah masyarakat yang harus direlokasi pun bertambah.

Pemerintah Daerah Karo mengaku kesulitan mencari lahan untuk relokasi. Relokasi tahap I sebanyak 370 kepala keluarga sudah selesai dilakukan di kawasan Siosar, sekitar 35 kilometer dari desa asal, yaitu Desa Bekerah dan Simacem.

Masyarakat mendapat bantuan rumah, lahan pertanian seluas 0,5 hektar per KK dan bantuan lainnya. Saat ini, pemerintah sedang bekerja keras menyelesaikan relokasi tahap II untuk 1.903 KK.

Sebanyak 1.655 unit rumah ditargetkan selesai pada Agustus 2017. Selanjutnya masih ada 1.050 KK yang harus direlokasi tahap III nantinya. Faktor penghambat utama adalah ketersediaan lahan.

Kompas TV Sebanyak 577 keluarga pengungsi Gunung Sinabung dipulangkan ke kampung halamannya di Desa Kuta Rakyat, Kabupaten Karo. Meski aktivitas gunung masih cukup tinggi, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Sinabung rekomendasikan pemulangan pengungsi ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com