Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Dosis Antraks Akan Didistribusikan ke Wilayah Endemis di Semarang

Kompas.com - 04/02/2017, 21:49 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Pemkab Semarang tahun 2017 ini mengalokasikan anggaran untuk pengadaan 1.800 dosis vaksin antraks. Penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus Anthracis ini terus diwaspadai menyusul daerah ini masih menyandang status sebagai daerah endemis antraks.

Pada tahun 1990-an, ribuan sapi di Kecamata Getasan mati karena terserang antraks. Rencananya, vaksin antraks tersebut akan diprioritaskan penggunaannya di daerah endemis dan wilayah perbatasan.

"Vaksin tersebut bisa untuk 6.800 ekor sapi, kita prioritaskan di daerah endemis termasuk wilayah perbatasan. Selain itu kita juga mendapatkan 5.000 dosis vaksin antraks dari APBN," ungkap Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, Urip Triyoga, Sabtu (4/2/2017).

Ia mengungkapkan, potensi kembali munculnya antraks masih terus diwaspadai. Terlebih pernah muncul kasus antraks di Desa Patemon, Kecamatan Tengaran pada tahun 1991. Saat itu sekitar 1.500 sapi mati akibat terkena antraks.

"Jadi bisa dibilang selama 40 tahun sejak munculnya antraks, Patemon menjadi pusat spora antraks," kata Urip.

Setelah dinyatakan endemis antraks, setiap tahun ada pengawas yang selalu mengambil sampel tanah untuk diperiksakan di laboratorium. Langkah ini guna mengantisipasi munculnya kembali kasus antraks, sebab spora antraks bisa bertahan sampai 40 tahun.

"Tanah untuk mengubur sapi yang mati akibat antraks di Patemon setiap tahun rutin kita cek ke laboratorium. Sampai saat ini negatif," ujarnya.

(Baca: Pernah Terserang Antraks, Peternakan Ini Sudah 27 Tahun Diisolasi)

Kendati negatif antraks, Pemkab Semarang terus memperketat pemeriksaan di rumah pemotongan hewan dan pengawasan lalu lintas ternak di pasar hewan.

Pemkab juga telah mengeluarkan surat edaran ke camat dan kades untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya antraks diwilayah masing-masing.

"Kita mengingatkan untuk bersama-sama mengantisipasi munculnya antraks di wilayah masing-masing," ucap Urip.

Sementara itu, Kabid Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian Kabupaten Semarang, Sri Hartiyani menambahkan, spora antraks bisa bertahap sampai puluhan tahun. Sedangkan bakteri antraks bisa bertahan hidup di tempat tertutup.

"Spora itu pembungkus bakteri, ia lebih tahan panas. Tapi kalau bakteri anthraks akan mati dengan air mendidik suhu 100 derajat selama 30 menit," imbuhnya.

Yani lantas menjelaskan, ciri-ciri sapi yang terkena antrak antara lain keluar daerah berwarna merah kehitaman dari semua lubang, baik mulut, hidung, telinga dan anus. Sapi yang terkena antraks perakut akan mati mendadak setelah terinveksi bakteri antraks tanpa disertai gejala klinis.

"Kalau antraks akut sapi terlihat lemah, lesu dan tidak nafsu makan kemudian mati. Kalau antraks kronis biasanya terdapat luka pada mulut dan telapak kaki atas sapi yang tidak kunjung sembuh, satu dua bulan kemudian sapi baru mati," ungkap Sri.

Kompas TV Khawatir Antraks, Bupati Ini "Ogah" Sapi dari Yogyakarta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com