Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Petani soal Tengkulak Tembakau di Temanggung

Kompas.com - 29/01/2017, 07:28 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

   


TEMANGGUNG, KOMPAS.com – Nurul Komariah (32), petani tembakau di Desa Bagusan, Kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa tengah, kini beralih menanam sayuran. Dia beralih menjadi petani sayuran di antaranya karena tidak tahan dengan panjangnya proses tata niaga tembakau.

Menurut Nurul, petani tembakau di desanya tidak punya akses ke pabrik pengelola tembakau. Selama bertahun-tahun menjadi petani tembakau, Nurul mengaku tidak pernah masuk ke pabrik pengolahan tembakau yang ada di Temanggung.

Nurul dan petani tembakau lainnya harus menjual tembakau melalui tengkulak yang dipercaya pihak pabrik.

Proses penjualan tembakau diawali dari dibawanya sampel tembakau yang ada di dalam keranjang oleh para calo ke pabrik. Dari sampel inilah, kualitas tembakau dinilai dan ditentukan harganya.

Setelah harga disepakati, para calo kembali menemui petani untuk membawa seluruh tembakau hasil panen ke pabrik.

Sampai tahap ini, petani belum menerima bayaran. Pembayaran baru diberikan setelah pengecekan kualitas seluruh tembakau yang dibawa di pabrik. Petani tidak pernah berinteraksi dengan pihak pabrik sehingga tidak pernah tahu persis berapa sebenarnya harga tembakau yang ditentukan.

Kondisi ini disebut Nurul membuat petani merasa dipermainkan karena seringkali uang yang dibayarkan tidak sesuai dengan harapan. Di sisi lain, petani tidak mungkin lagi mengambil tembakau yang sudah dibawa calo ke pabrik.

"Jadi dibawa dulu, ditentuin di sana. Petani enggak lihat. Kalau dianggap jelek, dikembaliin. Kalau mau dibeli harganya sudah pasti turun jauh," ungkap Nurul.

Menurut Nurul, para petani sering curiga tengkulak menjual dengan harga yang lebih mahal ketimbang yang dibayarkan kepada petani.

"Modelnya ini saya bilang kayak mafia. Petani sama calo tembakau itu lebih menang calonya," ucap Nurul.

Dia kemudian membandingkannya dengan proses tata niaga sayur. Menurut Nurul, selepas panen, petani sayur dapat langsung membawanya ke pasar untuk kemudian dijual ke penadah. Petani juga bisa langsung menerima bayaran dari penadah dengan proses serah terima barang secara tatap muka.

Perbedaan dengan kondisi tata niaga tembakau itulah yang disebut Nurul membuatnya yakin beralih menjadi petani sayur. Selain tentunya masa panen sayur lebih banyak dan pengolahannya tidak rumit.

"Bisa empat kali. Sekali panen (sayur) dapat Rp 4 juta. Biayanya murah dan enggak capek," ucap Nurul.

Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia Budidoyo Siswoyo menyebut panjangnya proses tata niaga tembakau tak lepas dari rumitnya pengolahan. Dia menyebut ada proses panjang yang harus dilakukan dalam pengolahan tembakau. 

Proses inilah yang disebutnya membuat petani tidak akan sanggup jika harus melakoni segala urusan yang berkaitan dengan pabrik. Sehingga di sinilah dibutuhkan peran tengkulak.

"Apalagi di daerah-daerah yang relatif jauh itu kan sangat sulit (untuk mengantar ke gudang). Justru para tengkulak yang kadang-kadang mendatangi mereka," ucap Budidoyo.

(Baca: Romantika Petani Tembakau di Temanggung)

Rumitnya pengolahan

Tembakau memang bisa dikatakan sebagai tanaman yang pengolahannya rumit. Jika tanaman pada umumnya bisa langsung dijual setelah dipanen, tidak demikian dengan tembakau.

Masa tanam tembakau biasanya sekitar tiga bulan. Menurut petani, ongkos produksi yang harus dikeluarkan mencapai sekitar Rp 3 juta per 100 meter persegi. Namun menanam tembakau bukan hanya perkara urusan di ladang karena ada serangkaian proses yang harus dilakukan setelah panen.

"Jadi biaya tembakau itu enggak cuma di sawah, di rumah ada lagi," kata Nurul.

Tembakau adalah tanaman yang hanya dapat dipanen setahun sekali. Namun memanennya tidaklah mudah. Karena dalam satu batang pohon tembakau terbagi dalam beberapa grade, dari mulai daun paling bawah hingga daun paling atas.

Tiap grade menandakan kualitas daun dan biasanya itu terlihat dari warna dan aroma. Semakin ke atas, maka akan semkain tinggi pula kualitas daun yang berdampak terhadap mahalnya harga. 

Nurul mengatakan dari mulai memanen daun pertama hingga daun terakhir dibutuhkan waktu antara tiga bulan. Setelah dipanen, daun tembakau juga tidak bisa langsung diolah. Karena daun harus melalui proses pemeraman lebih dulu. Proses ini diperlukan untuk mengurangi kadar air dalam daun.

Masa pemeraman tergantung kualitas daun. Semakin bagus kualitas daun, maka akan semakin lama pula masa pemeramannya. Maksimal mencapai sembilan hari.

Setelah diperam, proses selanjutnya yang harus dilakukan terhadap daun tambakau adalah perajangan. Daun tembakau yang sudah dirajang nantinya akan dicampur dengan gula pasir. Tujuannya untuk membuat lentur rajangan tembakau hingga nanti memudahkan proses penggulungan.

Tembakau yang sudah dicampur dengan gula nantinya akan dijemur di atas alat yang dinamakan irig. Dalam proses penjemuran, selain harus sering dibolak balik, tembakau juga tidak boleh sedikit pun terkena air karena hal itu akan membuat tembakau rusak dan tidak layak jual. Sehingga petani harus selalu siaga menjaga tembakau yang dijemur itu.

Setelah dijemur, rajangan tembakau akan mulai dimasukkan dalam keranjang yang penutupnya menggunakan pelepah batang pisang kering. Tiap keranjang dapat diisi 6-7 kilogram tembakau. 

"Kalau kamu pas musim tembakau ke sini, satu hari aja. Lihat prosesnya pasti males," ucap Nurul.

Setelah dimasukkan ke keranjang, barulah petani bisa menjual tembakaunya ke para tengkulak yang nantinya akan berkeliling ke kampung-kampung.

Kompas TV Pemerintah Belum Akan Naikkan Harga Rokok
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com