Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imlek dan Kelestarian Alam Dalam Tiga Dupa Persembahyangan

Kompas.com - 28/01/2017, 17:16 WIB
Andi Hartik

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Aroma dupa dan asap membumbung memenuhi seluruh ruang persembahyangan yang ada di dalam Klenteng Eng An Kiong, Jalan Laksamana Martadinata, Kota Malang, Sabtu (28/1/2017).

Sejumlah umat Tionghoa yang terdiri dari Tao, Konghucu dan Buddha Mahayana datang silih berganti untuk memanjatkan doa dalam memperingati perayaan Imlek 2568 atau Tahun Baru China 2017.

Perayaan Imlek kali ini bertepatan dengan tahun ayam api. Dimana, ayam disimbolkan sebagai binatang yang paling dekat dengan manusia.

"Ayam itu selalu mencari makan untuk anaknya. Melindungi dan siap berkorban jika anaknya dalam kondisi terancam," kata Humas Klenteng Eng An Kiong, Bunsu Anton Triono.

Pantauan Kompas.com, mereka yang memasuki Klenteng Tri Dharma itu memulai persembahyangan dengan mengambil dupa yang telah tersedia.

Mereka lalu membakarya dengan api pelita yang menyala diatas lilin. Setelah itu mereka memanjatkan doa dengan mengangkat dupa yang ujungnya sudah terbakar.

Lalu menancapkannya di yulho, atau tempat menancapkan dupa setelah selesai sembahyang.

Bunsu menyebut, ada makna yang terkandung dalam tiga dupa yang dibawa sembahyang lalu ditancapkan itu.

Dupa pertama adalah tantang ketuhanan. Sementara dupa kedua adalah tentang bumi dan dupa yang ketiga adalah tentang manusia. Ketiganya disebut Thian Tie Ren atau Tuhan, Bumi, Manusia.

Ia menyebutkan, terjadinya bencana yang marak akhir - akhir ini disebabkan oleh ketidak pedulian manusia terhadap alam. Banyak manusia yang hanya mengambil keuntungan dari alam tanpa memperbaikinya kembali.

"Sehingga kita harus sama - sama menjaga. Menjaga dari banjir dan bencana longsor. Karena itu ulah dari manusia itu sendiri," ungkapnya.

Menurutnya, manusia dan alam harus bersinergi. Jika satu pohon ditebang, harus ada penanaman pohon kembali. Dengan begitu, kelestarian alam dan lingkungan tetap terjaga.

"Manusia harus bersinergi. Kalau habis menebang pohon harus ditanami lagi. Jangan nebang pohon hanya menebang saja lalu tidak mau reboisasi. Sampah juga harus dibuang pada tempatnya supaya air - air mudah mengalir dan tidak banjir," terangnya.

Begitu juga dengan dupa yang bermakna kemanusiaan. Menurutnya, manusia harus saling mengasihi.

"Ikut melestarikan ciptaannya. Makanya kalau manusia berperang terus itu merusak," jelasnya.

Kompas TV Kelenteng Sam Po Kong Menarik Warga Berwisata
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com