Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/01/2017, 15:27 WIB

Di Jakarta, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, pemilih di sembilan kabupaten dan kota yang akan menggelar pilkada dengan calon tunggal tetap memiliki kedaulatan untuk menentukan kepala daerah. Warga bisa menolak calon tunggal yang tidak dikehendaki dengan memberikan suaranya pada kotak kosong.

"Calon tunggal musuhnya kotak kosong. Memang pada pilkada serentak 2015, calon tunggal di tiga daerah menang semua. Namun, dalam konteks pemilihan lebih lokal, pemilihan kepala desa, ada kotak kosong yang menang," kata Tjahjo.

Sebagai konsekuensi, jika calon tunggal kalah, sesuai dengan Pasal 54D Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pemilihan akan diulang pada tahun berikutnya. Pilkada juga bisa dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan. Ayat 4 pada pasal yang sama mengatur, jika belum ada pasangan calon terpilih, pemerintah akan menugaskan pejabat bupati atau pejabat wali kota.

Tjahjo mengakui, calon tunggal bisa muncul karena ada strategi parpol saat tak ada calon kuat mampu mengalahkan calon petahana. Parpol lalu memilih mendukung calon kuat itu. Selain itu, ada pula calon yang khawatir jika ada lawan kuat sehingga ia memborong kursi parpol.

"Apakah itu salah? UU mengatakan tidak salah. Sekarang itu bergantung kepada masyarakat. Yang menjadi kunci pilkada sukses bukan calon banyak, melainkan ketiadaan politik uang, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan netralitas aparatur sipil negara," kata Tjahjo.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Teras Narang mengakui, fenomena maraknya calon tunggal adalah bentuk kegagalan parpol. (GER/ESA/FRN/AGE/GAL)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Januari 2017, di halaman 1 dengan judul "Menangkan Kotak Kosong".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com