Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jogja Nyah Nyoh, Aksi Warga Peduli Jalan Berlubang

Kompas.com - 12/01/2017, 17:13 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYARTA,KOMPAS.com - Waktu menunjukan pukul 23.00 WIB, jalan Yogyakarta - Solo mulai tampak lengang, meski pun beberapa kendaraan termasuk bus malam masih melintas.

Toko dan swalayan juga sudah tertutup rapat. Namun di keheningan malam dan di saat masyarakat beristirahat malam, sejumlah orang tampak berkumpul di Jalan Yogya - Solo km 9.

Mereka datang dengan mengendarai sepeda motor dan satu mobil bak terbuka yang berisi beberapa karung pasir serta semen. Beberapa orang langsung mengamati lubang menganga dipinggir jalan Yogya-Solo Km 9.

Lubang cukup besar itu mereka bersihkan dari sampah. Dua orang lainya menurunkan semen, karung berisi pasir dan alat-alat seperti cangkul dan cetok tukang bangunan. Dengan cekatan mereka lalu mencampur kan pasir dan semen dengan air.

Setelah merata campuran tersebut di campur kembali dengan cairan yang dapat mempercepat proses pengeringan semen. Setelah itu, campuran semen dan pasir mereka gunakan untuk menutup lubang menganga di jalan Yogya - Solo Km 9.

Selesai menutup lubang tersebut, mereka pun tak lantas pulang kerumah. Seakan tak mengenal lelah mereka kembali berangkat untuk menambal lubang di jalan Cikdirito Kota Yogyakarta.

"Setelah disini, kami akan ke jalan Cikditiro, disana ada beberapa lubang," ucap ketua Jogja Nyah Nyoh Arditya Eka Sunu saat ditemui Kompas.com di jalan Yogya - Solo km 9 Rabu (11/01/2017) malam.

Adit panggilan Arditya Eka Sunu Mengatakan Gerakan ini dimulai pada tahun 2015 lalu dan saat itu belum ada nama. Sebab sifatnya hanya spontan. Baru pada 19 Februari 2016 munculah nama Jogja Nyah Nyoh.

"Teman-teman banyak obrolan banyak wacana akhirnya bikin aksi ini tapi belum ada nama, baru 19 Februari 2016 jadi Jogja Nyah Nyoh," ucapnya.

Dia mengatakan,  "Nyah Nyoh" dalam bahasa Jawa artinya memberi dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan.

"Sederhana artinya, Nyah Nyoh itukan kalau bahasa Jawa memberi dengan ikhlas. Kami ingin agar gotong royong itu tumbuh lagi, peduli dengan lingkungan sekitar," tandasnya.

Ia menyampaikan, sebagian besar orang yang bergabung di Jogja Nyah Nyoh adalah korban dari jalan berlubang.

Awalnya mereka hanya menandai lubang-lubang di jalanan Yogyakarta dengan cat putih. Harapannya dengan diberitanda tersebut pengendara dapat melihat dan menghindari lubang. Selain itu, kondisi jalan berlubang dapat segera direspons pemerintah.

"Kita ini memang korban. Lalu kita improve, awalnya nandai lubang dengan Pilox dan melapor ke otoritas yang menangani," ucapnya.

Ternyata menandai dengan pilox tidak begitu efisien, Jogja Nyah Nyoh lantas memutuskan untuk merubah gerakannya.  Mereka pun menutup lubang dengan semen, meskipun beberapa masih tetap ada yang menandai dengan pilox.

Dia mengaku tindakan tersebut merupakan sikap kritis terhadap pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus lebih aktif dalam penanganan jalan berlubang yang membahayakan bagi pengguna jalan. Bahkan sering kali menyebabkan kecelakaan hingga memakan korban jiwa.

"Masyarakat jangan apatis, jangan menganggap ini tugas orang lain. Spirit kita gotong royong, kalau mau revolusi mental ya mari, ini saatnya bekerja dan peduli, jangan cuek," tandasnya.

"Jalan ini kan fasilitas umum, milik kita barsama, Ya mari dijaga bersama sesuai dengan kemampuannya. intinya sederhana kita tidak ingin jatuh," tambahnya.

Jogja Nyah Nyoh memandang, jalan raya tidak melihat strata seseorang. Terjatuh karena lubang saat berkendara bisa terjadi kepada siapapun.

"Jalan raya itu tidak ada strata, misalkan menteri naik sepeda motor, jatuh ya jatuh," kata Ditya.

Menurut dia  orang yang tergabung di Jogja Nyah Nyoh datang dari berbagai latar belakang, baik dosen, mahasiswa, karyawan swasta, buruh, sampai dengan arsitek. Uang untuk membeli semen dan pasir pun murni dari hasil patungan. Sehari satu orang merelakan uang Rp 1.000.

"Dari berbagai latar belakang, dosen ada, arsitek ada, warga biasa juga ada. Dananya Murni dari patungan, setiap hari kita merelakan uang Seribu Rupiah, tidak ada sponsor ," bebernya.

Dia menyebut, dulu dalam satu minggu Jogja Nyah Nyoh bisa turun ke lapangan sampai tiga kali, namun saat ini mulai dikurangi menjadi sekali seminggu.

"Dulu saking banyaknya seminggu intensitasnya bisa tiga kali. Sekarang di kurangi seminggu sekali," ujarnya.

Saat beraksi mereka dimulai pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB.  "Kalau dulu kita sampai subuh baru pulang, tetapi sekarang kalau hari aktif yang waktunya dibatasi," sebutnya.

Ketua Jogja Nyah Nyoh Arditya Eka Sunu menuturkan sudah ada banyak lubang yang di tambal, mulai daerah Sleman, Kota Yogyakarta hingga Bantul. Hanya daerah Kulonprogo dan Gunungkidul yang selama ini belum karena jalannya dalam kondisi bagus.

"Saya tidak menghitung, target kita bukan jumlah. Kita inginnya gotong royong itu greget lagi. Pemerintah dan bukan pemerintah itu kita inginnya bisa bersama-sama," tandasnya.

Namun demikian, Adit masih teringat pertama kali melakukan aksi di Jalan Kaliurang, tepatnya di perempatan depan MM UGM. Di lokasi itulah pertama kali mengecat dan menambal lubang.

"Saya masih ingat, pertama kali itu di jalan Kaliurang, perempatan depan MM UGM. Kita bahkan sampai empat kali ke sana aksi," sebutnya.

Adit mengatakan, sebelum memutuskan menambal lubang, lebih dulu dilakukan survei. Caranya, saat berangkat kerja orang yang tergabung dalam Jogja Nyah Nyoh selalu melewati jalan yang berbeda.

"Ya survei, jadi kalau pas berangkat kerja rutenya lewat jalan berbeda. Prioritas kita jalan yang padat dan ramai dilalui pengendara, artinya potensi kecelakaan akibat lubang itu besar," kata Adit.

Dikepung

Berbagai cerita unik dialami ketika Jogja Nyah Nyoh melakukan gerakan menambal jalan-jalan berlubang.

Adit menceritakan saat sedang menambal jalan berlubang di sekitar Imogiri Barat, beberapa warga datang dan mengepung mereka. Warga mengira Adit dan teman-temanya akan berbuat negatif.

"Kita dulu pernah di kepung warga saat di dekat Stadion Bantul, kita dikira mau ribut. Kan waktu itu banyak orang di pinggir jalan. Kita mau dimassa saat itu, tetapi langsung kita jelaskan," ujarnya.

Tak hanya itu, menurut Adit saat Jogja Nyah Nyoh sedang aksi menambal lubang di pinggir jalan, ada beberapa pengendara yang melempar uang ke arah mereka.

"Beberapa kali pengendara mobil yang lewat melempar uang ke kita. Teman-teman langsung mengejar pengendara mobil itu dan mengembalikan uangnya," katanya,

Pernah juga lanjutnya, saat melakukan aksi menambal lubang, ada seorang pengendara mobil yang berhenti dan menghampiri. Setelah mengetahui apa yang dilakukan, pengendara mobil itu langsung turut membantu.

"Dia menghidupkan lampu untuk menerangi, bahkan membantu mengaduk semen dan pasir dengan tanganya. Kita cegah, bisa-bisa tanganya nanti iritasi karena semen," ucapnya.

Adit mengaku pernah dipanggil Gubernur DIY pada bulan Juni 2016 lalu. Saat itu ia ditanya mengenai gerakan Jogja Nyah Nyoh dan dihubungkan dengan dinas Pekerjaan Umum (PU).

Dalam pertemuan itu, Gerakan Jogja Nyah Nyoh mendapat apresiasi dari Gubernur DIY.

"Ditanya motivasinya apa? Konsep gerakanya apa?. Kita tidak di marahi, justru di apresiasi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com