Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaten dalam Pusaran Dinasti Politik

Kompas.com - 06/01/2017, 13:19 WIB

Tim Redaksi

Pada Pilkada 2005, pengusaha penggemukan sapi yang berpasangan dengan Samiadji itu maju diusung Partai Golkar. Secara mengejutkan, Sunarna-Samiadji memenangi Pilkada Klaten yang merupakan kandang banteng atau basis pemilih PDI-P. Mereka mengalahkan Warsito-Wuryadi, calon yang diusung PDI-P, partai pemenang Pemilu 2004 di Klaten dan Otto Saksono-Anton Suwarto yang diusung Partai Amanat Nasional (PAN).

Saat itu, Haryanto yang tersandung sejumlah kasus dugaan korupsi, antara lain kasus perjalanan dinas dan kasus korupsi buku paket tahun ajaran 2003-2004 saat menjabat bupati, gagal maju lagi karena kalah bersaing di internal PDI-P. PDI-P mengusung Warsito-Wuryadi. Haryanto lolos dari kasus-kasus yang melilitnya.

Pada Pilkada 2010, sebagai petahana, Sunarna ganti haluan maju sebagai calon bupati dari PDI-P dan menggandeng Hartini. Hartini saat itu menjabat Ketua DPC PDI-P Klaten (2008-2010). Sunarna-Hartini yang diusung koalisi PDI-P, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera memenangi pilkada mengungguli pasangan Agus Winarno-Sri Kertati yang diusung Partai Golkar dan Sarjono-Agus Murtana yang diusung PAN dan Partai Hati Nurani Rakyat.

Keluarga Haryanto pun kembali masuk dalam lingkaran kekuasaan di Klaten. Pada Pilkada 2015, giliran Hartini maju berpasangan dengan Mulyani. Awalnya pasangan ini diragukan banyak pihak bisa memenangi pilkada. Namun, PDI-P percaya diri dan terbukti keduanya menang.

"Kemenangan itu kebanggaan bersama, kebanggaan masyarakat Klaten, khususnya DPC PDI-P Klaten, Partai Nasdem, dan partai pendukung. Akan tetapi, pada 30 Desember 2016, kami sangat terkejut dengan berita KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap kader terbaik kami, yakni Bupati Klaten Sri Hartini," tutur Sunarna di Klaten, Kamis (5/1/2017).

Terpilihnya Hartini dan Mulyani membuat Klaten, sejak tahun 2000, dipimpin bupati dan wakil bupati dari dua keluarga, yaitu keluarga Sunarna dan Haryanto. Sunarna menolak hal itu disebut sebagai perwujudan praktik dinasti politik karena bupati dan wakil bupati dihasilkan dari proses pemilihan secara demokratis, tak seperti dinasti kerajaan.

"Kabeh (semua) pilihan. Dinasti ngendi-ngendi do ra dadi yo okeh (dinasti di mana-mana yang tidak jadi juga banyak), tinggal baik apa enggak orangnya. Kalau personelnya baik, pasti dipilih rakyat, kalau enggak, ya enggak," ujarnya.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Solo, Didik G Suharto, mengatakan, fenomena dinasti politik muncul setelah pilkada langsung. Berbeda dengan daerah lain, dinasti politik di Klaten seperti pusaran yang berputar-putar dan bolak-balik pemegang jabatan bupati dan wakil bupati dari dua keluarga pasangan suami-istri.

Dinasti politik itu terbentuk karena adanya jaringan kekuasaan yang menyebar dan kuat di sebuah daerah. Saat jaringan tersebut mendukung dinasti politik yang berkuasa, akan memungkinkan lahirnya kekuasaan absolut.

"Kalau kekuasaan itu absolut, logikanya, kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan itu besar," kata Didik di Solo.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Januari 2017, di halaman 22 dengan judul "Klaten dalam Pusaran Dinasti Politik".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com