Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gugat Gubernur Sulteng, Perusahaan Tambang Kalah

Kompas.com - 22/12/2016, 16:16 WIB

PALU, KOMPAS — Dua dari enam perusahaan penggugat keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola yang mengurangi wilayah penambangan perusahaan ditolak oleh Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Palu.

Majelis hakim menilai, gubernur berwenang mengeluarkan kebijakan tersebut sesuai dengan amanat peraturan yang berlaku.

Dua perusahaan itu adalah PT Morindi Bangun Sejahtera (MBS) yang wilayah penambangannya diciutkan dari 1.000 hektar menjadi 800 hektar dan PT Persadatama Inti Jaya (PIJ) dari 1.300 hektar menjadi 1.070 hektar. Gugatan PT MBS ditolak pada sidang Senin (19/12), sedangkan PT PIJ diputuskan Rabu (21/12).

Sidang empat perusahaan lain masih pada tahap pembuktian. Perusahaan-perusahaan yang menggugat tersebut beroperasi sejak 2007 dan saat ini melakukan operasi produksi (eksploitasi). Wilayah penambangan masing-masing perusahaan rata-rata diciutkan 200 hektar.

Perusahaan menggugat, karena Gubernur Sulteng menerbitkan putusan pengurangan wilayah penambangan masing-masing perusahaan pada pertengahan 2016. Alasan pengurangan, tumpang tindih dengan wilayah penambangan perusahaan lain. Perusahaan yang menggugat beroperasi di Kabupaten Morowali.

Sidang putusan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Haryati dengan anggota Fadholy Hernanto dan Arief A Lukman.

Wewenang gubernur

Fadholy, yang membacakan pertimbangan putusan gugatan PT PIJ, menyebutkan, keputusan Longki mengurangi wilayah penambangan perusahaan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Peraturan itu memberikan kewenangan kepada gubernur selaku pemimpin pemerintahan di tingkat provinsi untuk mengevaluasi izin usaha pertambangan, termasuk memperbaiki hal-hal bermasalah atau tumpang tindih.

Kewenangan gubernur, lanjut Fadholy, diperkuat dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 43/2014 tentang Tata Cara Evaluasi Penertiban Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pasal 12 Ayat 2 peraturan itu mengatur, gubernur diberi wewenang diskresi untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih lahan pertambangan.

"Dengan demikian, gugatan penggugat seluruhnya tidak dapat diterima. Penggugat memiliki dasar hukum kuat melaksanakan kebijakan, yaitu mengurangi wilayah penambangan," kata Fadholy.

Menanggapi putusan itu, anggota tim penasihat hukum Pemerintah Provinsi Sulteng, Errol Kimbal, menyatakan, pertimbangan hakim tidak perlu diragukan. Majelis hakim lain juga menyampaikan pertimbangan yang sama atas gugatan PT MBS yang diputuskan terlebih dulu.

Kuasa hukum PT PIJ dan PT MB, Abdi Kadafi, menyatakan, pihaknya menempuh langkah hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Makassar, Sulawesi Selatan.

"Untuk diketahui, wilayah penambangan PT Persadatama Inti Jaya dua kali diciutkan. Kami melihat tidak ada kepastian hukum dan ini buruk untuk iklim investasi. Penciutan pertama dari 4.000 hektar menjadi 1.300 pada tahun 2015," kata Abdi.

Ia mengingatkan, pada 2008 PT PIJ mengantongi sertifikat clear and clean dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Artinya, wilayah penambangan perusahaan tidak bermasalah, termasuk dalam hal tumpang tindih. (VDL)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Desember 2016, di halaman 22 dengan judul "Gugat Gubernur Sulteng, Perusahaan Tambang Kalah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com