Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bramantyo Prijosusilo, Mengolah Tahi Jadi Emas

Kompas.com - 17/12/2016, 19:01 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

KOMPAS.com - Pukul 00.30 dini hari saya sampai di markas Kraton Ngiyom, Lembaga Swadaya Masyarakat yang dibentuk oleh si empunya markas, Bramantyo Prijosusilo.

Ada beberapa bangunan berdiri di tanah seluas 3 hektare. Rumah pertama yang saya masuki ternyata kosong. Lalu tukang ojek yang menjemput saya membawa saya ke rumah satunya lagi.

"Lah itu mobilnya ada di sana," ujar tukang ojek bernama Supri (37).

Bram sudah menunggu saya di halaman rumahnya yang luas dan dipenuhi aneka pohon besar dan kecil.

Seperti biasa, lelaki berjenggot lebat dan selalu berikat kepala model Jawa (udeng) ini hangat menyambut saya. Tapi sebelum turun dari boncengan motor, empat anjing peliharaannya menyambut saya dengan mesra.

Bram ya Bramantyo Prijosusilo. Lelaki kelahiran Ngawi 9 Agustus 1965 dari bapak berdarah Jawa dan Ibu berdarah Auatralia. Membicarakan Bram adalah membicarakan sebuah pribadi unik dengan ide-ide besar dan gila yang dituangkan ke dalam seni kejadian berdampak (hapening art).

Dia memulai kegilaannya dengan mengadakan pameran lukisan karya-karyanya di atas tujuh andong dan keliling di jalanan Yogyakarta mulai dari Jalan Kusumanegara, Malioboro, hingga Bunderan UGM, kemudian memberi kanvas kosong kepada anak-anak untuk melukis (1998) berjudul Masturbasi Reformasi.

Selanjutnya dia menggelar pameran lukisan di The University of California, Berkeley, Amerika Serikat tahun 1999 saar Timor Timur merdeka.

Saat diminta koleganya Sylvia Tiwon untuk merespon peristiwa Timor Timur, Bram pun membuat karya instalasi dengan tumpukan semangka di atas monumen bebas bicara. Saat acara berlangsung, mendadak ada seorang penonton membanting semangka. Tanpa diduga memancing penonton yang lain ikut membanting. cara ini berakhir dengan larangan dari polisi. Bram diminta menghentikan acara tersebut.

Tahun 2012, Bram kembali bikin "ulah". Kala itu dia menggelar karya hapening art berjudul "Membanting Macan Kerah" di depan markas Majelis Mujahidin Indonesia

Acara tersebut berlangsung pada pagi hari pukul 09.00 WIB, hari Rabu, tanggal 15 Februari 2012, Bram melaksanakan pertunjukan seni berjudul "Membanting Macan Kerah" di depan Markas Majelis Mujahidin Indonesia, Jl. Karanglo No. 94, Kotagede, Yogyakarta.

Konsep seni pertunjukan ini, menggabungkan konsep 'social sculpture' Joseph Beuys dan tradisi santet Jawa. Beuys memperkenalkan ide 'social sculpture" sebagai suatu struktur yang dibangun bersama-sama masyarakat.

Maka "Membanting Macan Kerah" juga merupakan satu langkah awal yang akan diikuti langkah-langkah selanjutnya bersama masyarakat luas. Harapannya adalah bahwa pertunjukan seni ini dapat menjadi inspirasi bagi setiap orang untuk melawan radikalisme, anarkisme, intimidasi, dan kekerasan atas nama agama, atas nama pribadi.

Bramantyo Prijosusilo gagal menggelar aksi tunggalnya itu. Sebab, belum sempat memulai aksinya, Bramantyo yang berkendara andong sudah ditarik dan digelandang oleh puluhan anggota laskar MMI. Tarik-menarik dan saling dorong antara polisi dan laskar pun terjadi.

Dua tahun kemudian, Bram membuat acara kembali di kampung halamannya, Desa Sekar Alas, Ngawi. Acara seni tersebut bertajuk "Bagus Kodok Ibnu Sukodok Daup Peri Roro Setyowati", digelar pada Rabu, 8 Oktober 2014.

Baca juga: Upacara Kebo Ketan, Puluhan Seniman Ternama Akan Dilibatkan

Acara perkawinan Bagus Kodok Ibnu Sukodok dengan Peri Setyowati melengkapi "kegilaan" karya-karya Bram sebelumnya, yang ditonton oleh ribuan orang dari berbagai daerah, termasuk dari luar negeri.

Di tahun 2016 ini, Bram membuat acara kembali sebagai kelanjutan dari acara sebelumnya. Ini kali berjudul "Upacara Kebo Ketan".

Acara puncak yang digelar pada 17-18 Desember 2016 ini dimulai dengan acara Wiwitan yang dilaksanakan pada 3 April 2016.

Bramantyo Prijosusilo mengatakan, acara Wiwitan Kebo Ketan hanyalah awalan untuk menyambut Upacara Kebo Ketan.

Acara ini merupakan kelanjutan dari cerita Kodok Ibnu Sukodok dan Peri Setyowati. Dikisahkan pasangan itu telah memiliki dua anak menjelang dewasa bernama Sri Parwati dan Jaga Samudra.

Mereka diperintahkan Ratu Kidul dan Ratu Ngiyom untuk ngenger (ikut belajar) ke Baginda Mlilir, danyang yang menguasai Bengawan Solo.

"Nah sebelum Sri Parwati dan Jaga Samudra ngenger, disyaratkan dulu membuat Upacara Kebo Ketan," katanya.

Menurut Bram, Upacara Kebo Ketan adalah sebuah karya "seni kejadian berdampak". Seni kejadian berdampak bukanlah suatu event belaka melainkan merupakan suatu revitalisasi atas 'seni upacara' yang diyakini nenek moyang kita sebagai berdampak positif bagi kehidupan.

Upacara Kebo Ketan diciptakan untuk menjawab soal-soal nyata di masyarakat melalui olah seni dan budaya secara luas. Kali ini, soal yang menjadi fokus perhatian LSM Kraton Ngiyom adalah soal mata-air dan hutan, dalam kaitannya dengan soal kohesi sosial dan ekonomi kerakyatan. Kraton Ngiyom adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di bidang seni kejadian berdampak.

Kini Bram menetap di Ngawi, Jawa Timur, bersama Godeliva D. Sari (isteri) dan Rose Pring Ori (7) puteri semata wayang pasangan ini. Bram hidup sebagai seorang petani dengan lahan seluar 7 hektar yang ditanami tumbuhan organik, seperti padi, jamu-jamuan, dan buah-buahan.

Hari-harinya dipenuhi dengan kegiatan menulis, melukis, membuat pertanian organik, membuat kertas, mengolah batu, belajar bersama anak-anak seperti latihan Bangau Putih.

Konsepnya adalah ilmu tahi menjadi emas. Mengelola barang tak terpakai menjadi barang berguna.

Di luar pekerjaannya sebagai petani, mantan wartawan BBC London itu juga gemar menulis opini dan pemikirannya di media massa ataupun untuk konsumsi pribadi. Bramantyo juga mencintai puisi sejak SMP.

"Saya juga banyak menulis opini di media massa, tentang masalah sosial, politik, dan budaya," kata pria kelahiran 9 Agustus 1965.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com