Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bramantyo Prijosusilo, Mengolah Tahi Jadi Emas

Kompas.com - 17/12/2016, 19:01 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

Acara perkawinan Bagus Kodok Ibnu Sukodok dengan Peri Setyowati melengkapi "kegilaan" karya-karya Bram sebelumnya, yang ditonton oleh ribuan orang dari berbagai daerah, termasuk dari luar negeri.

Di tahun 2016 ini, Bram membuat acara kembali sebagai kelanjutan dari acara sebelumnya. Ini kali berjudul "Upacara Kebo Ketan".

Acara puncak yang digelar pada 17-18 Desember 2016 ini dimulai dengan acara Wiwitan yang dilaksanakan pada 3 April 2016.

Bramantyo Prijosusilo mengatakan, acara Wiwitan Kebo Ketan hanyalah awalan untuk menyambut Upacara Kebo Ketan.

Acara ini merupakan kelanjutan dari cerita Kodok Ibnu Sukodok dan Peri Setyowati. Dikisahkan pasangan itu telah memiliki dua anak menjelang dewasa bernama Sri Parwati dan Jaga Samudra.

Mereka diperintahkan Ratu Kidul dan Ratu Ngiyom untuk ngenger (ikut belajar) ke Baginda Mlilir, danyang yang menguasai Bengawan Solo.

"Nah sebelum Sri Parwati dan Jaga Samudra ngenger, disyaratkan dulu membuat Upacara Kebo Ketan," katanya.

Menurut Bram, Upacara Kebo Ketan adalah sebuah karya "seni kejadian berdampak". Seni kejadian berdampak bukanlah suatu event belaka melainkan merupakan suatu revitalisasi atas 'seni upacara' yang diyakini nenek moyang kita sebagai berdampak positif bagi kehidupan.

Upacara Kebo Ketan diciptakan untuk menjawab soal-soal nyata di masyarakat melalui olah seni dan budaya secara luas. Kali ini, soal yang menjadi fokus perhatian LSM Kraton Ngiyom adalah soal mata-air dan hutan, dalam kaitannya dengan soal kohesi sosial dan ekonomi kerakyatan. Kraton Ngiyom adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di bidang seni kejadian berdampak.

Kini Bram menetap di Ngawi, Jawa Timur, bersama Godeliva D. Sari (isteri) dan Rose Pring Ori (7) puteri semata wayang pasangan ini. Bram hidup sebagai seorang petani dengan lahan seluar 7 hektar yang ditanami tumbuhan organik, seperti padi, jamu-jamuan, dan buah-buahan.

Hari-harinya dipenuhi dengan kegiatan menulis, melukis, membuat pertanian organik, membuat kertas, mengolah batu, belajar bersama anak-anak seperti latihan Bangau Putih.

Konsepnya adalah ilmu tahi menjadi emas. Mengelola barang tak terpakai menjadi barang berguna.

Di luar pekerjaannya sebagai petani, mantan wartawan BBC London itu juga gemar menulis opini dan pemikirannya di media massa ataupun untuk konsumsi pribadi. Bramantyo juga mencintai puisi sejak SMP.

"Saya juga banyak menulis opini di media massa, tentang masalah sosial, politik, dan budaya," kata pria kelahiran 9 Agustus 1965.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com