Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belum Ada Kamera, Pengamat Gunung Merapi Zaman Dulu Andalkan Sketsa

Kompas.com - 15/12/2016, 15:29 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com — Pengamatan terhadap aktivitas Gunung Merapi telah dilakukan sejak sebelum penjajahan Belanda, jauh sebelum adanya kamera foto, video, seismik, dan alat deformasi.

Lalu, bagaimana cara seorang pengamat zaman dahulu menggambarkan kondisi Gunung Merapi?

Staf Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Noer Cholik, menceritakan, pada zaman dahulu seorang pengamat Gunung Merapi hanya mengandalkan pengamatan visual untuk mengamati aktivitas gunung.

"Yang menjadi andalan dulu itu pemantuan visual secara langsung. Itu sebelum ada seismik dan alat deformasi," ujar Staf Seksi Gunung Merapi, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Noer Cholik, Rabu (14/12/2016).

Mereka mendokumentasikan pengamatannya secara visual di atas kertas, yakni dengan menggambar sketsa. Sketsa itulah yang didokumentasikan sebagai informasi data pengamatan.

"Dulu memang seorang pengamat mendokumentasikan apa yang diamati dengan menggambar sketch di kertas karena belum ada kamera foto dan alat-alat canggih seperti sekarang," ucapnya.

Sketsa yang digambar meliputi, antara lain, asap sulfatara, perubahan morfologi, deformasi, bentuk kubah, luncuran awan panas, batas luncuran awan panas, dan kejadian-kejadian yang menarik. Bahkan ada pula yang menggambar sketsa peta kontur yang sangat detail.

"Yang menarik itu ada yang menggambar peta kontur dan hasilnya sangat detail. Dia gambar peta dari Kaliurang sampai ke Puncak diberi garis kontur dan titik ketinggian," kata dia.

Uniknya lagi, pengamatan yang dibuat menjadi sketsa tidak hanya siang hari, tetapi juga malam hari. Sketsa pengamatan malam hari ini di kertas cenderung gelap.

"Ada juga pengamatan malam hari yang juga di-sketch. Gambarnya di kertas agak gelap," ujarnya.

Bahkan ada salah satu pengamat yang sampai membuat sketsa sebuah desa di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, yang pada tahun 1954 hilang terkena awan panas Gunung Merapi.

"Ada sketch gambar menceritakan Desa Pencar (Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali) yang kena awan panas. Jadi ceritanya di-sketch itu before dan after," tuturnya.

Ia menyampaikan, selain memiliki keahlian tentang kegunungapian, seorang pengamat pada zaman dahulu memang sudah dididik untuk memiliki keahlian menggambar sketsa. Keahlian membuat sketsa ini diturunkan langsung oleh ahli gunung api Belanda.

"Pengamat kita zaman dulu itu memang dididik bisa gambar sketch bagus sama Belanda. Jadi bagaimana membedakan morfologi, cekungan, itu dilatih oleh Belanda," ujarnya.

Menurut dia, meski saat ini pengamatan telah menggunakan alat canggih, para petugas BPPTKG Yogyakarta terkadang masih membuat sketsa.

"Sekarang memang pemantuan misalnya dengan kamera DSLR, tetapi kan sketch itu masalah rasa. Kita gambar kemudian tahu perbedaan setiap hari, rasanya ada, kadang beberapa teman kalau ke Puncak ya masih membuat sketch," tuturnya.

Hasil sketsa pengamatan Gunung Merapi saat ini masih terjaga dengan baik di Kantor BPPTKG Yogyakarta. Total gambar sketsa pemantuan yang terdokumentasi ada lebih dari 100 lembar.

"Sketch ini menjadi kekayaan ilmu, bukan hanya untuk BPPTKG, melainkan juga Indonesia. Yang dipajang untuk pameran ini dari tahun 1940, tetapi yang lebih lama juga ada," kata Noer. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com