Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Perang Topat, Simbol Keharmonisan Islam dan Hindu di Lombok

Kompas.com - 14/12/2016, 08:07 WIB
Karnia Septia

Penulis

MATARAM, KOMPAS.com - Ratusan umat Islam dan Hindu di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, memiliki tradisi tersendiri untuk merayakan perbedaan.

Masyarakat dengan latar belakang agama berbeda ini berkumpul di Pura Lingsar untuk melaksanakan tradisi perang topat.

Warga mulai memadati pelataran Pura Lingsar saat musik tradisional gendang beleq berbunyi menyambut iring-iringan kebon odeq (kebun kecil) berisi hasil bumi dan topat (ketupat), Selasa (13/12/2016) sore.

Rombongan itu berkeliling bangunan Kemaliq di dalam kompleks Pura Lingsar. Ritual ini menandai perang topat akan segera dimulai.

Warga yang sudah terbagi menjadi dua kubu, yaitu umat Islam dan umat Hindu, saling melempar ketupat yang sebelumnya sudah diarak.

Seperti perang pada umumnya, mereka saling serang menggunakan ketupat. Ritual inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan perang topat.

Meski saling lempar, mereka tidak sedang bermusuhan. Justru sebaliknya, perang ini menjadi simbol perdamaian umat Islam dan Hindu di Lombok.

Seusai perang, mereka membubarkan diri. Topat-topat yang sudah dilempar kemudian dipungut dan dibawa pulang oleh warga.

Mereka percaya bahwa dengan menebar ketupat tersebut ke sawah atau ladang maka akan memberi kesuburan.

Suparman Taufik selaku pemangku adat Sasak mengatakan, perang topat merupakan perang perdamaian antara umat Islam dan Hindu di Lombok yang telah berlangsung secara turun-temurun.

"Antara Muslim dan Hindu di sini terjadi persatuan yang bagus, artinya saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lain," kata Suparman.

Kesuburan

Selain sebagai simbol keharmonisan antarumat beragama, perang topat pada zaman dahulu merupakan ritual meminta hujan bagi para petani di Lombok.

Ketupat yang sudah dilempar dalam perang topat dipercaya warga sebagai pupuk di pertanian dan perkebunan. Oleh warga, ketupat tersebut disebar di sawah maupun digantungkan di pohon.

"Digantungkan di pohon-pohon supaya buahnya lebat dan tanamannya menjadi subur terutama di sawah, itulah makna kelebihan perang topat," kata Rusdi, Kepala Dusun Taman Lingsar.

KOMPAS.com/ Karnia Septia Para perempuan suku Sasak membawa dulang berisi ketupat dan hasil bumi, sebelum perang topat dimulai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com