Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berpeluh Asap demi Cakalang Fufu

Kompas.com - 05/12/2016, 10:16 WIB

Tim Redaksi

MANADO, KOMPAS.com - Salma bersama suaminya Jefry sore itu berpeluh di antara asap yang dihasilkan dari pemanggangan di Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Ini adalah rutinitas yang telah mereka jalani selama lebih kurang 30 tahun terakhir.

Saban hari suami istri ini mengolah cakalang fufu. Penganan ini menjadi salah satu menu wajib yang dianjurkan untuk dicicipi kala bertualang di Sulut.

"Ini lagi fufu cakalang, besok subuh harus dibawa ke pasar, tiap hari begini dengan asap terus," ujar Salma beberapa waktu lalu saat ditemui Kompas.com.

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) atau tongkol putih memang hasil tangkap laut yang melimpah di Sulut yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan laut.

Masyarakat yang tinggal di pesisir pantai diuntungkan dengan hal itu karena menjadikan hasil laut sebagai salah satu mata pencarian. Belang berada di wilayah pesisir pantai sebelah selatan Minahasa. Ratusan perahu nelayan dan puluhan kapal ikan berbagai tipe terparkir di perairan Belang setiap hari.

Mereka melaut hingga ke perairan Gorontalo dan membawa pulang 3 hingga 4 ton cakalang selama tiga hari melaut. Jika lagi beruntung, satu kapal penangkap ikan bisa membawa hasil tangkapan hingga 8 ton ikan segar.

Saat kembali ke dermaga Belang, ikan-ikan segar ini telah dinanti para pengusaha industri rumah tangga ikan asap atau yang dikenal dengan cakalang fufu, termasuk Salma dan Jefry.

Fufu dalam bahasa Manado berarti dipanggang (diasap). Para pengusaha ini membeli ikan segar cakalang dari para nelayan seharga Rp 17.500 per kilogram.

Kompas.com/Ronny Adolof Buol Salma, menunjukkan hasil olahan Cakalang Fufu yang baru saja selesai dipanggangnya di Kecamatan Belang, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara.
Salma, beberapa waktu lalu saat ditemui di Belang, mengaku setiap hari bisa membeli sebanyak 1 ton ikan cakalang untuk diolah di tempat pengolahan tradisionalnya. Dari usaha cakalang fufunya itu, Salma dan Jefry telah mampu membangun rumah dan menyekolahkan anak-anak mereka.

Kini, mereka bahkan telah memiliki mobil sendiri yang digunakan mengangkut dagangannya untuk didistribusikan ke pasar-pasar tradisional di Minahasa.

Setiap pagi, Jefry bertugas membeli ikan dari nelayan yang baru selesai melaut. Setelah itu ikan dibersihkan dan diolah di perapian menjelang sore hari.

Subuh keesokan harinya, Salma membawa ratusan cakalang fufu yang dijepit dengan bambu itu ke langganan yang menunggunya di pasar. Satu jepit cakalang fufu yang merupakan setengah bagian dari ikan cakalang dijual ke pedagang seharga Rp 25.000.

Di Belang, terdapat puluhan pengusaha industri skala rumah tangga cakalang fufu. Daerah ini dikenal sebagai pemasok utama cakalang fufu karena kualitasnya yang sangat terjaga.

Salma mengakui bahwa mereka tidak pernah sama sekali menggunakan zat kimia saat mengolah cakalang fufu. Tak heran, produksi cakalang fufu mereka bahkan dijadikan oleh-oleh para wisatawan.

Di Manado sendiri, cakalang fufu mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional dan menjadi lauk wajib saat makanan tradisional tinutuan alias bubur manado disajikan.

Pemerintah Kota Manado bahkan menyediakan satu lokasi khusus bagi pedagang cakalang fufu di Sario. Di lokasi ini, beberapa hasil olahan dari ikan ikut pula dijual, seperti bakasang, abon, dan sambal roa. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com