Kilas Daerah Purwakarta

Anak-anak di Purwakarta "Diajak" Menyelami Profesi Orangtuanya

Kompas.com - 30/11/2016, 12:40 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com — Ika Nurhasanah (11) mengecek singkong rebus di panci besar. Namun, siswi SDN Sukatani I itu bingung, singkong tersebut sudah empuk atau belum.

"Dieu ku Bapak weh (sini sama Bapak saja)," ujar sang ayah, Cece Junaedi (34), di Purwakarta, Selasa (29/11/2016).

Ika memperhatikan sang ayah bekerja. Mulai mengupas singkong, mencuci, hingga merebusnya. Setelah matang, singkong itu ditiriskan hingga dingin, lalu diolesi ragi dan disimpan di dalam ompreng atau wadah dari bambu untuk selanjutnya digantung satu hingga dua malam.

"Setelah itu peuyeum sudah siap dimakan," ujarnya.

Cece mengaku sudah puluhan tahun belajar membuat tape singkong. Dia belajar dari orang di kampungnya.

Begitu juga dengan anaknya, kerap membantu dirinya membuat tape. Namun, itu baru sebatas mencuci dan membersihkan singkong.

RENI SUSANTI/KOMPAS.com Program mendampingi orang tua bekerja ini seiring dengan konsep pendidikan berkarakter Purwakarta hari Selasa, yakni mapag di buana. Pada intinya mapag di buana adalah mengajarkan seorang anak mempersiapkan diri menghadapi pergaulan global.
Ikatan emosi

Tak hanya Ika yang sibuk memahami cara membuat peuyeum atau tape singkong. Saat ini, setiap dua pekan sekali, pada hari Selasa, 145.000 pelajar SD-SMP di Purwakarta diliburkan. Mereka wajib mendampingi orangtuanya bekerja.

Anak yang tidak memiliki orangtua atau orangtuanya bekerja di luar Purwakarta bisa membantu pekerjaan orang dewasa yang tinggal serumah dengan dirinya. Banyak hal bisa dikerjakan, dari membuat peuyeum, keramik, sampai mencuci angkot.

"Alhamdulillah, saya senang dengan program ini, jadi anak saya tahu betapa sulitnya orangtua mencari uang," imbuh Cece.

Selain Ika, anak-anak lainnya di Purwakarta melakukan hal serupa. Alfi Fadilah (10) membantu neneknya, Mak Titi (60), membuat hiasan keramik. Begitu juga dengan orantua yang merupakan sopir angkot, anaknya membantu ayahnya mencuci angkot.

Yang ayahnya bekerja di luar Purwakarta dan ibunya sebagai ibu rumah tangga, mereka membantu pekerjaan rumah.

"Saya bantu ibu jemur baju. Soalnya ibu tidak bekerja, dan ayah kerja di Cilamaya, Karawang," ucap Zaki Irwan, siswa SDN Cipaisan.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, pendidikan berbasis aktivitas profesi ini berlaku hari ini. Ke depan, program ini akan berjalan dua minggu sekali pada hari Selasa.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan ikatan emosi anak dan orangtuanya. Selain itu, lewat program tersebut, anak-anak diharapkan mengerti kesulitan yang dihadapi orangtua.

"Saat itu, banyak orangtua yang bekerja keras banting tulang, sedangkan anaknya main motor, main gadget, ini akan melahirkan bangsa yang tidak produktif," ucapnya.

Anak, sambung Dedi, harus memahami kesulitan orangtua. Dalam proses tersebut, akan ada transfer ilmu dan menambah motivasi anak.

Misal, sang ayah berprofesi sebagai tukang bangunan. Anak akan mendampingi orangtua dan membantu mencampurkan pasir dengan semen. Dalam proses ini, anak akan lebih semangat untuk menjadi sesuatu yang bisa membahagiakan orangtuanya pada masa depan.

"Bapaknya sekarang tukang bangunan. Anaknya nanti bisa jadi arsitek, ahli teknik sipil yang mengerti dan pernah merasakan cara mengaduk semen," tuturnya.

Program mendampingi orangtua bekerja ini seiring dengan konsep pendidikan berkarakter Purwakarta hari Selasa, yakni mapag di buana. Pada intinya mapag di buana adalah mengajarkan seorang anak mempersiapkan diri menghadapi pergaulan global.

Untuk memantau efektivitas program ini, guru tetap harus berkeliling melihat anak didiknya. Selain itu, orangtua harus menandatangani buku kendali siswa yang merupakan buku kegiatan siswa.

RENI SUSANTI/KOMPAS.com Anak-anak bisa membantu pekerjaan orang dewasa yang tinggal serumah dengan dirinya. Banyak hal bisa dikerjakan, dari membuat peuyeum, keramik sampai mencuci angkot.
Hidupkan daerah sekitar

Keterlibatan anak dalam profesi orangtuanya bisa menimbulkan inspirasi dan inovasi baru. Misalnya, produksi tape singkong atau peuyeum dibuat lebih steril dengan kemasan yang lebih menarik.

"Sekarang peuyeum digantung. Nanti, bisa dipotong kecil-kecil disimpan dalam kemasan yang menarik dan kita bisa jual itu sampai ke Eropa sana. Dari sini mentah, sampai di sana sudah matang dan siap dikonsumsi," ujar Dedi.

Inovasi ini mutlak diperlukan untuk menghidupkan daerah sekitar. Misalnya, dirinya akan membangun Kampung Peuyeum seiring pembukaan daerah industri dan interchange baru di Purwakarta.

"Setelah urusan infrastruktur selesai, kami saat ini mulai fokus pariwisata. Semua akan dibuat sangat menarik, ada kampung peuyeum, kampung keramik, kampung gula, dan lainnya,” tutupnya.

RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA 


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com