Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Tahun Memperjuangkan Laut Timor untuk Warga NTT

Kompas.com - 28/11/2016, 12:37 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Meledaknya kilang minyak Montara milik PTT Exploration and Production di Australia yang terjadi di Blok Atlas Barat pada 21 Agustus 2009 telah menyebabkan pencemaran besar-besaran di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Banyak pihak merespons kejadian itu secara serius karena menimbulkan masalah besar. Salah satunya dilakukan oleh Ferdi Tanoni.

Sejak kejadian itu, lelaki asal Niki-Niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT, tersebut begitu gigih memperjuangkan Laut Timor bagi warga NTT.

Bagi Ferdi, pencemaran itu telah menjadi petaka bagi masyarakat NTT, khususnya yang bermukim di pesisir pantai. Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) itu terus berjuang untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah Australia dan PTT Exploration and Production.

Ferdi mendesak pemerintah pusat untuk mengirimkan nota protes kepada Australia. Ia dan belasan ribu nelayan NTT melakukan gugatan class action kepada perusahaan minyak PTTEP di Pengadilan Federal Sydney Australia.

(Baca juga Mahkamah Internasional Sepakat Adili Sengketa Laut Timor)

Perjuangan selama tujuh tahun itu belum berbuah hasil yang ia inginkan. Meski demikian, ia sangat yakin bahwa di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo,  persoalan ini bisa dituntaskan.

"Presiden Jokowi sudah sering berkunjung ke NTT dan membantu banyak masyarakat di sini dan itulah yang membuat besar hati kami. Atas dasar itulah, maka saya percaya bahwa dengan sikap rendah hati dan prorakyat serta tegas. Para stafnya telah mempelajari kasus ini dan telah memberi masukan kepada Jokowi dan pada saatnya nanti beliau akan menyelesaikannya," kata Ferdi kepada Kompas.com, Minggu (27/11/2016).

Menurut Ferdi, yang membuat kasus ini tersendat adalah adanya perbedaan pendapat antara masyarakat dan pemerintah pusat di era sebelumnya. Akibatnya, persoalan menumpuk. Terjadi pertentangan antara fakta di lapangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah maupun masyarakat yang ia suarakan dan fakta yang dimiliki oleh pemerintah pusat.

Ketiadaan sikronisasi pendapat itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh perusahan minyak dan pemerintah Australia untuk memperkeruh suasana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com