Kilas Daerah Purwakarta

Belajar Enterpreneur Lewat Subsidi Daging

Kompas.com - 21/11/2016, 13:44 WIB

PURWAKARTA, KOMPAS.com - "Kamari sore dahar jeung naon? (Kemarin sore makan apa?),” ujar Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, saat membuka kelasnya di SDN Kutamanah I Purwakarta, belum lama ini.

Beberapa siswa kelas 1 SDN Kutamanah I mengangkat tangannya. "Abdi Pak, abdi Pak... (Saya Pak, saya Pak....).”

Dedi mendekati seorang siswa, Habibie Maulana Sidiq (7). Habibie bercerita, kemarin sore dia memakan daging ayam sebagai pendamping nasi. Pagi ini dia mengkonsumsi ikan hasil tangkapan dari kolamnya.

Habibie menuturkan, selain memelihara ikan, dia memiliki empat ekor domba, dan beberapa ayam. Dia sendiri, bersama ibu dan kakaknya yang mengurus semua hewan ternak tersebut.

"Bapak saya kerja di Karawang. Jadi urusan ngangon (menggembala) domba itu sama saya,” tutur Habibie.

Anak pasangan Hendra dan Yani itu biasanya menggembala domba sepulang sekolah, antara pukul 10-12 WIB. Dia tidak sendiri menggembala, namun bersama beberapa anak lain yang juga memiliki hewan ternak.

Habibie tinggal tak jauh dari sekolahnya, di Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta. Maniis merupakan satu dari empat kecamatan yang mendapat sorotan Pemkab Purwakarta dalam hal gizi.

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, ada empat kecamatan yakni Maniis, Tegalwaru, Plered, Sukatani, yang dianggap pertumbuhan gizinya kurang bagus. 

"Itu kami genjot terus," ujar Dedi.

Caranya, lanjut dia, dengan memberikan subsidi daging untuk 2.000 anak sekolah di empat kecamatan tersebut. Setiap anak mendapat 2 kg daging sapi per bulannya. Daging itu dikhususkan untuk siswa agar pertumbuhan gizi mereka lebih optimal.

"Program ini sudah berjalan setahun. Setiap bulan, kami berikan 2 kg daging per anak. Untuk triwulan ini kami menganggarkan 20 ton daging sapi lokal kualitas terbaik untuk program ini," terangnya.

Dedi menjelaskan, meski empat kecamatan ini mendapat perhatian khusus dirinya, bukan berarti warga di sini kurang gizi karena miskin. Ada berbagai alasan pertumbuhan gizi mereka kurang optimal.

Misalnya, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang mengatur pola makanan bergizi. Atau, ada juga anak yang tidak suka dengan makanan tertentu yang seharusnya dikonsumsi untuk tumbuh kembangnya.

"Pernah ada kasus anak kurus kering kekurangan gizi. Ketika ditelusuri rupanya dia anak orang kaya. Dia kekurangan gizi bukan karena miskin, tapi tidak suka dengan makanannya," terangnya.

Untuk itulah, ketika guru memberi anak-anak itu telur, dia langsung muntah. Namun, lama-kelamaan anak ini membiasakan diri dan akhirnya suka telur maupun protein hewani lainnya.

Selain subsidi daging, Pemkab Purwakarta sudah lama mengeluarkan program subsidi telur dan susu. Subsidi ini diberikan pada pelajar di Purwakarta setiap minggu. Tujuannya sama, untuk meningkatkan perbaikan gizi.

"Kalau daging untuk empat kecamatan dan diberikan per bulan. Kalau subsidi telur dan susu, untuk seluruh siswa di Purwakarta, diberikan tiap minggu," katanya.  

Beternak dan memasak

Selain perbaikan gizi, ada target besar yang ingin dicapai Dedi Mulyadi. Dengan memberikan subsidi daging, dia berharap anak memasak makanannya tersebut sendiri dengan bantuan orang tuanya.

Langkah tersebut secara tidak langsung mengajarkan pada anak tentang proses memasak sehingga anak menyukai dunia masak memasak. Untuk anak laki-laki, ia berharap mereka terpacu untuk menghasilkan daging sendiri dengan cara beternak.

Nantinya, anak-anak ini akan mandiri secara ekonomi. Karena kebutuhan protein hewani mereka diperoleh dari hasil jerih payah sendiri.

Bahkan, dalam ukuran lebih luas, anak-anak ini akan belajar enterpreneur dengan menjadi pebisnis hewan ternak dan industri makanan di masa depan.

RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com