Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keunikan Kampung Kuno Semarang

Kompas.com - 21/11/2016, 11:10 WIB

Tim Redaksi

Di Bustaman inilah Kota Semarang memiliki kekayaan kuliner. Selain berdagang, warga Bustaman sudah lama dikenal sebagai pusat penyediaan hewan kurban serta penjual gulai bustaman. Ini tiada lain berkat tangan dingin Ki Bustam, pendiri kampung ini sejak 1814.

Tengok Bustaman

Pegiat pelestarian Kampung Bustaman, Hari Bustaman (63), menuturkan, sejak 2015, warga sudah menetapkan tradisi Bustaman sebagai kegiatan wisata. Nama kegiatan itu Tengok Bustaman, yang berlangsung selama sepekan. Pada Tengok Bustaman, pengunjung dapat mengikuti tradisi gabyuran, menikmati kuliner gulai bustaman, dan menyaksikan tradisi tari.

"Dengan menjadi kampung wisata, kesadaran warga melestarikan kampung makin bergairah. Kampung tidak lagi kumuh, kotor, dan kesannya tidak terawat. Kalau banyak tamu pengunjung, warga terus berbenah," kata Hari.

Di Kota Semarang, ada pula Kampung Kauman, yang berkembang seiring dengan berdirinya Masjid Besar Kauman semasa Ki Ageng Pandan Arang pada awal abad ke-15 Masehi. Dalam sejarahnya, Kauman merupakan kampung otonomi. Mayoritas mereka yang tinggal adalah warga keturunan Arab.

Kauman tidak hanya menjadi pusat budaya Islam, tetapi telah menjadi simbol pusat perdagangan maju. Di Kauman terdapat Pasar Johar yang legendaris dengan struktur tiang pasar berbentuk cendana karya arsitek Belanda, Thomas Karsten. Kauman juga melahirkan tradisi dudgeran yang kini masih terus dilestarikan sebagai penanda awal puasa Ramadhan.

"Kauman sudah lama menjadi kampung yang memadukan konsep sosio-religi berbasis ekonomi," ujar tokoh masyarakat setempat, M Tachsin (40).

Kauman, terutama di sepanjang Jalan Kauman, juga merupakan pusat bisnis untuk kebutuhan oleh-oleh perjalanan haji, pusat perkulakan perangkat tempat ibadah, seperti karpet, sajadah, dan pusat perdagangan atribut militer dan satuan pengamanan (satpam).

Paguyuban

Dengan keragaman budaya kampung kuno (asli) Semarang ini, menurut Hari Bustaman, sejumlah tokoh dari beberapa kampung asli Semarang sepakat membentuk Paguyuban Kampung Asli Semarang. Tujuannya, saling mendukung guna meningkatkan kampung dengan segala kekayaan budaya supaya layak sebagai wisata sejarah dan budaya.

Pengamat sejarah dan budaya kampung asli Kota Semarang, Wasino, dari Universitas Negeri Semarang, mengemukakan, kampung-kampung asli Semarang sarat nilai sejarah seperti halnya Kampung Pecinan. Ketika Belanda membangun Kota Lama, warga pribumi membangun permukiman otonomi.

Wilayah Semarang Tengah mempunyai paling banyak kampung asli, seperti Kampung Gabahan, Kranggan, Jagalan, Purwodinatan, Pekunden, Pindirikan, dan Batik.

Pemerintah Kota Semarang dapat menata kampung asli mulai dari perbaikan jalan, sarana umum, ruang terbuka, hingga merehab rumah warga yang masih kumuh. Gang-gang sempit justru punya daya tarik bagi wisatawan agar mereka berjalan kaki menikmati daya tarik kampung asli.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 November 2016, di halaman 10 dengan judul "Keunikan Kampung Kuno Semarang".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com