Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Bandung, Kerakusan Memicu Bencana

Kompas.com - 15/11/2016, 15:01 WIB

BANDUNG, KOMPAS — Bencana banjir di Cekungan Bandung merupakan dampak kerakusan manusia membangun di lahan yang tak sesuai peruntukan. Posisi Kota Bandung semestinya tak banjir sebab memiliki kontur miring yang bisa membuang air hujan ke 47 sungai yang melewati kota ini.

Namun, kota seluas 16.700 hektar ini selalu banjir apabila diguyur hujan.

”Selain drainasenya sangat buruk, juga infrastruktur yang dibangun tidak selaras dengan infrastruktur alam. Padahal, lahan Kota Bandung miring ke selatan 10-15 derajat,” kata Ketua Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiono Sobirin, Senin (14/11/2016).

Jalan di kota ini, termasuk Tol Padalarang-Cileunyi, yang dibangun di Bandung timur posisinya melintang dengan 47 alur sungai. Karena melintang, infrastruktur, termasuk jembatan dan drainase yang ada, malah berfungsi sebagai tanggul air.

Total luas Cekungan Bandung sekitar 350.000 hektar. Dengan kemiringan lahan yang ada dan curah hujan yang tinggi, kawasan ini memerlukan lingkungan hijau 250.000 hektar, dan 100.000 hektar di antaranya merupakan kawasan basah penampung air.

”Faktanya, lingkungan hijau atau hutan konservasi yang dikelola pemerintah hanya 100.000 hektar. Dari luasan ini, lebih dari setengahnya rusak akibat penjarahan, kerusakan, dan lain-lain,” ujar Sobirin. Selebihnya, yakni 150.000 hektar, merupakan lahan milik masyarakat yang diincar investor.

Kompas/Rony Ariyanto Nugroho Banjir menggenangi rel kereta api di Stasiun Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, akibat hujan disertai badai yang menghantam "Kota Kembang" ini, Minggu (13/11). Hujan disertai badai ini menyebabkan pohon tumbang di sejumlah lokasi dan sarana transportasi kereta api lumpuh selama beberapa jam.
Khusus lingkungan hijau di Kawasan Bandung Utara (KBU) seluas lebih dari 38.000 hektar yang masuk wilayah Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kota Bandung, kini 80 persen sudah berubah menjadi hutan beton. Banyak pihak mengubah kawasan ini jadi bangunan dan tak peduli terhadap dampak lingkungan di daerah bawahnya.

”Mereka lebih tepat disebut orang-orang rakus karena tak pernah puas sampai harus membangun kawasan komersial di lahan yang tidak sesuai peruntukannya,” ujar Taufan Suranto, praktisi lingkungan dari DPKLTS.

Selain itu, kawasan Bandung Utara semestinya menjadi kawasan strategis provinsi sehingga setiap pembangunan di kawasan itu harus ada campur tangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Namun, koordinasi antara Pemprov Jabar dan kabupaten/kota terkait Bandung utara dinilai tak bagus. Walaupun KBU sebagai kawasan strategis, terjadi tarik ulur dalam pemberian izin sesuai otonomi daerah.

”Pemprov hanya merekomendasikan, tetapi perencanaan pembangunan ada di setiap kabupaten/kota,” ujar Sobirin.

Dikuasai pengembang

Saat ini, lahan konservasi seluas 38.548 hektar di utara Kota Bandung dikuasai sekitar 350 pengembang. Mereka tak hanya membangun perumahan, hotel, dan restoran, tetapi juga lapangan golf di kawasan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah tangkapan air itu.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Dadan Ramdan menyatakan, hingga kini di lokasi berketinggian 750 meter di atas permukaan laut itu, pembangunan terus dilakukan dengan mengabaikan fungsi lahan.

”Izin lokasi dikeluarkan Pemerintah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Bandung Barat. Padahal, Gubernur Jawa Barat belum mengeluarkan satu rekomendasi pun untuk keperluan izin-izin pembangunan itu,” ujarnya.

Untuk itu, Guru Besar Rekayasa Sungai-Sumber Daya Air Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Indratmo Soekarno meminta segera dilakukan terobosan pengurangan banjir secara terintegrasi dari hulu hingga hilir melibatkan multipihak.

Sesegera mungkin, Pemkot Bandung membangun sejumlah sumur resapan, kolam retensi atau danau perkotaan, serta merekayasa sungai.

”Untuk menghilangkan banjir secara total mungkin sulit, tetapi setidaknya banjir dapat diminimalisasi sehingga tak menimbulkan bencana dan kerugian yang besar bagi masyarakat,” ujarnya.

Pendapat senada ditegaskan Ketua Kelompok Kerja Banjir dan Banjir Bandang Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) Agus Maryono.

”Di daerah-daerah bagian atas Bandung itu kan sudah banyak dibangun rumah dan hotel sehingga wilayah resapan air berkurang,” katanya.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, pihaknya terus berupaya mengurangi dampak banjir di Kota Bandung. Salah satunya dengan terus memperbaiki saluran air dan membangun tol air di kawasan rawan banjir, seperti Jalan Pagarsih.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com