Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Pencemaran Laut Tak Tuntas, NTT Diminta Stop Bantuan Australia

Kompas.com - 07/11/2016, 05:54 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KUPANG, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni meminta pemerintah Nusa Tenggara Timur menghentikan sejumlah program bantuan dari Australia untuk masyarakat dan mengembalikannya ke negara asal.

Sebab, kata Ferdi, persoalan pencemaran laut Timor tak kunjung diselesaikan hingga tuntas.

Penegasan itu disampaikan Ferdi kepada Kompas.com, Minggu (6/11/2016) petang.

Menurut Ferdi, Pemerintah Australia mengetahui dengan pasti bahwa petaka tumpahan minyak Montara 2009 di Laut Timor berdampak langsung pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan menyebabkan kerusakan ekosistem laut serta gangguan kesehatan masyarakat NTT.

Namun pemerintah Australia dinilai mengabaikan masalah itu.

“Program bantuan Australia lewat program pembangunan luar negerinya (AusAID) itu kami tolak sehingga harus dihentikan segera dan dikembalikan semua. Saya mewakili masyarakat Timor Barat sangat kesal dengan sikap pemerintah Australia yang terus saja menghindar ketika membahas soal pencemaran laut Timor,” tegasnya.

Ferdi mengatakan, AusAID setiap tahunnya memberikan bantuan kepada Indonesia berkisar 375,7 juta dolar Australia atau Rp 3,7 triliun, termasuk perkiraan pendanaan bilateral sebesar 323 juta dolar Australia Rp 3,2 triliun yang dikelola Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia.

Kemitraan kerja sama Australia-Indonesia lewat AusAID ini meliputi bidang politik, keamanan, perdagangan, ekonomi, dan pembangunan.

Ferdi menilai, program bantuan ini sarat muatan politis. Dengan bantuan tersebut, Australia merasa sangat berjasa terhadap rakyat di daerah ini, dan telah menganggapnya sebagai warga negara kelas tiga di dunia.

"Kami menolak bantuan itu jika tidak diarahkan untuk menyelesaikan petaka tumpahan minyak Montara 2009 dengan kegiatan penelitian ilmiah guna mengetahui kadar kerusakan di Laut Timor dan kerugian akibat pencemaran minyak mentah serta zat beracun lainnya yang dimuntahkan dari kilang Montara itu,” ujarnya.

Untuk diketahui, sidang perdana gugatan class action 13.000 petani rumput laut asal NTT terhadap PTTEP Australasia yang mengelola kilang minyak Montara telah digelar di Pengadilan Federal Australia pada 22 Agustus 2016.

Gugatan tersebut didaftarkan oleh Daniel Senda, petani rumput Laut asal Kabupaten Rote Ndao pada 3 Agustus 2016.

Gugatan itu dibagi dalam tiga bagian, yakni pencemaran laut yang menghancurkan rumput laut milik petani, dampak pencemaran terhadap hasil tangkapan nelayan, dan terhadap kesehatan warga di NTT.

"Gugatan ini ditangani dua pengacara, yakni Ben Slade dari kantor Pengacara Maurice Blackburn Lawyers di Australia dan Greg Phelps dari Ward Keller, kantor pengacara terbesar di Australia Utara," kata Daniel.

Kilang Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor meledak pada 21 Agustus 2009 sehingga mencemari wilayah perairan budi daya rumput laut di 11 kabupaten dan satu kota di NTT, yakni Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua, Alor, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, Kupang, Sumba Barat, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Kota Kupang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com