Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemitraan, Modus Perusahaan Sawit untuk Menghindari Pajak?

Kompas.com - 19/10/2016, 15:18 WIB
Firmansyah

Penulis

BENGKULU, KOMPAS.com - The Institute for Ecosoc Rights dan NHCR bekerja sama dengan Yayasan Genesis Bengkulu mengungkapkan, kemitraan antara masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit merupakan modus perusahaan untuk menghindari pajak.

Hal tersebut disampaikan peneliti Yayasan Genesis, Delvi Indriadi, dalam penyampaian hasil riset Program "Transmigrasi dan Skema Kemitraan" di Bengkulu, Rabu (19/10/2016).

"Ada banyak bentuk program kemitraan antara masyarakat dengan perusahaan kelapa sawit, biasanya masyarakat menyediakan tanah, perusahaan yang investasi. Bentuknya bisa Kebun Masyarakat Desa (KMD). Konsepnya seperti menguntungkan petani, namun hasil temuan di lapangan justru sebaliknya, perusahaan saja yang untung," kata Delvi.

Dia mencontohkan, di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, ditemukan program kemitraan yang justru hanya menguntungkan perusahaan.

Keuntungan perusahaan tersebut antara lain, pertama, perusahaan bisa meluaskan perkebunannya di tengah terbatasnya hak guna usaha (HGU) yang telah mereka miliki tidak bisa lagi ditambah.

Kedua, kemitraan membantu pencitraan dan membebaskan kewajiban perusahaan membangun 20 persen kebun untuk masyarakat, dan program pemberdayaan masyarakat.

Ketiga, perusahaan tidak harus membuat dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Keempat, pengadaan lahan dengan harga murah dari proses kemitraan. Kelima, perusahaan bisa menyiasati pajak.

"Ada satu perusahaan memiliki HGU 30.000 hektar, namun berkat program kemitraan ia bisa meluaskan kebunnya menjadi 70.000 hektar. Perusahaan hanya bayar pajak HGU seluas 30.000 hektar ke negara, sementara 40.000 hektar yang dikuasai dalam bentuk skema kemitraan mereka bayar setara pajak petani, negara dirugikan," papar Delvi.

"Negara ditengarai dirugikan ratusan miliar rupiah," tambah dia.

Praktik kemitraan bermodus meluaskan ekspansi perkebunan di luar HGU, sebut dia, banyak ditemukan tidak hanya di Bengkulu tetapi di daerah lain di Indonesia.

Ia menyebutkan, penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa menelisik indikasi korupsi dari sisi Sumber Daya Alam (SDA).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com