Dengan demikian, fenomena Dimas Kanjeng yang dinobatkan sebagai raja, sepertinya bukan fenomena yang terakhir walaupun segala ketentuan yang umum diterapkan dalam aristokrasi Indonesia dilanggar.
Misalnya, bagaimana mungkin gelar “Sri Raja Prabu Rajasa Negara” bersanding dengan “Nyi Ageng”?
Atau ketika pengikut-pengikutnya yang mengkoordinasi orang banyak dan menyetorkan uang hingga beberapa milyar, diberi gelar “Sultan”?
Beberapa orang yang menyetorkan uang hingga puluhan dan ratusan milyar kemudian diberi gelar “Sultan Agung”. Bagaimana mungkin “Prabu Anom” mengkoordinir “Sultan” dan “Sultan Agung”? Pendeknya, darimana asal cerita gelar Hindu, bisa mengkoordinasi gelar Islam?
Persoalan mendasar dari seluruh fenomena raja dan sultan abal-abal ini sebenarnya terletak dari kultur masyarakat kita yang masih memuja gelar, apapun gelarnya.
Tradisi ini dicontohkan oleh para pemimpin yang rajin memburu gelar-gelar akademis, terlepas dari kualitas pendidikan dan proses pendidikan yang berlangsung.
Di tingkat bawah, masyarakat memburu dan mengadakan sendiri gelar-gelar kebangsawanan untuk kepentingan dan kepuasan pribadi.
Mereka yang tadinya dukun, akan lebih laku dan lebih mahal tarifnya bila di depan namanya ada gelar bangsawan. Gelar sebagai raja dan sultan (walaupun abal-abal) bisa jadi membawa pengaruh ke karir dan bisnis.
Masyarakat pun sama halnya demikian, meletakkan dirinya lebih rendah ketika berhadapan dengan orang dengan berbagai gelar. Bahkan sampai menyebut “yang Mulia” sebagaimana sebutan Dimas Kanjeng.
Terakhir, sebenarnya cukup mudah untuk mendeteksi para raja dan sultan abal-abal ini. Secara kasatmata, mereka biasanya selalu tampil glamor dengan seluruh ornamen kebangsawanannya di luar asal wilayahnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan pengaruh dan menciptakan gengsi.
Padahal, pernahkan mereka melihat Sultan Hamengkubuwono X mengenakan pakaian kebesaran raja di luar keratonnya?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.