Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Dewi Suryana: Beli Lauk Seadanya demi Kuliah di Singapura (3)

Kompas.com - 21/09/2016, 06:02 WIB
Ericssen,
Laksono Hari Wiwoho

Tim Redaksi

Perasaan minder itu juga muncul karena adanya anggapan bahwa siapa pun yang berkuliah di Singapura, termasuk NTU, apalagi warga Indonesia berdarah Tionghoa, biasanya berasal dari kaum menengah ke atas.

"Kenyataannya, tidak semua berkecukupan seperti saya ini. Bahkan terkadang saya tidak makan siang dan harus menahan lapar dengan minum air," kata peraih perak pada International Junior Science Olympiad (IJSO) di Azerbaijan (2009) dan International Chemistry Olympiad (IChO) di Amerika Serikat (2012) itu.

Bisa dibilang, Dewi sudah kewalahan memikirkan cara untuk makan. Tidak heran bila dia hampir tidak pernah meluangkan waktu untuk menonton film di bioskop atau makan di restoran.

Dewi melawan semua itu dengan semangatnya menyelesaikan kuliah secepat mungkin.

Ia berusaha mendapatkan penghasilan dengan cara menjadi guru les privat seperti pernah dilakukannya di Jakarta.

Itu bukan perkara mudah. Tidak gampang bagi Dewi untuk mendapatkan murid. Tiga bulan pertama, tidak ada satu pun murid untuknya karena ia tidak memiliki pengalaman mengajar dengan bahasa Inggris.

Kemampuan berbahasa Inggris yang terbatas itu pernah menggagalkan usaha Dewi mendaftar di National University of Singapore, hingga kemudian ia melamar ke NTU berkat bantuan temannya, Anton Wardaya.

(Baca juga Kisah Dewi Suryana: Jalan Berliku Peraih Beasiswa di Singapura [2])

Anton yang mendirikan Wardaya College tempat Dewi pernah bekerja paruh waktu di Jakarta kemudian membantu Dewi mencarikan murid di Singapura. Anton juga membantu Dewi ketika gadis 21 tahun itu kehabisan uang sebelum beasiswanya cair.

Dari murid yang dirujuk Anton itulah, perlahan-lahan Dewi mulai mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya. Ia mengajar setiap Sabtu dan Minggu. Senin hingga Jumat, waktunya habis untuk kuliah dan belajar.

"Saya dan murid itu saling belajar. Saya mengajari dia eksakta, dia membantu saya bahasa Inggris. Syukurlah murid tersebut juga tidak keberatan dengan kekurangan saya," kata Dewi dengan antusias.

Dari semula hanya satu murid, lama kelamaan banyak yang mendengar kemampuan Dewi. Jumlah muridnya bertambah hingga 13 orang, baik dari tingkat SMP maupun SMA di Singapura.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com