SUKABUMI, KOMPAS.com - Udara dingin dan kabut menyelimuti pagi hari di Kampung Gede Kasepuhan Adat Cipta Gelar, Minggu (18/9/2016).
Masyarakat di kampung adat yang berlokasi di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat itu sudah terbangun.
Mereka sudah sibuk pada pagi itu. Kaum hawa sibuk di dapur, menyalakan tungku kayu bakar yang berada di dapur. Memasak air untuk seduhan kopi panas pada pagi itu. Mereka juga memasak penganan untuk menemati seduhan kopi.
Kaum laki-laki mandi dan berkemas-kemas mengenakan pakaian adat berwarna serba hitam. Tidak luput kain lebar berbahan batik untuk menjadi iket di kepala sebagai salah satu ciri khasnya.
"Ngopi heula (dulu)," ajak Ki Arjapi salah seorang tetua adat kepada Kompas.com yang memberikan tumpangan menginap di rumah panggungnya selama tiga hari dua malam di Kampung Cipta Gelar.
Rasa dingin yang dirasakan sejak semalam, terlebih pada malam bersamaan dengan bulan purnama itu hilang saat menikmati seduhan kopi sambil menghangatkan tubuh dekat tungku.
Minggu itu, masyarakat yang tergabung pada Kesatuan Adat Banten Kidul itu akan menggelar puncak upacara adat Seren Taun ke-648 di Alun-alun Kampung Adat yang berlokasi di sekitaran lereng selatan Gunung Halimun.
Di lokasi, di mana upacara adat sebagai bentuk rasa syukur setelah panen padi setahun sekali kepada Yang Maha Kuasa akan digelar sudah dikosongkan.
Di tengah lapang dengan ukuran sekitar 6 kali lapangan bola voli itu sudah disimpan lisung dan alu.
Di sisi lain, Leuit Si Jimat (lumbung padi) yang akan menjadi lokasi puncak acara sakral dalam upacara adat Seren Taun sudah berhias. Begitu juga di depannya, di rumah panggung panjang sebagai tempat musyawarah.
Kesibukan pada pagi di tempat yang berketinggian sekitar 1.000 meter dari permukaan laut juga berlangsung di Imah Gede (rumah besar). Di rumah yang terbuat bahan-bahan dari alam ini, kesibukan sangat terlihat di bagian dapur.
Puluhan bikang (ibu) mengenakan pakaian adat sarung dan kebaya itu tugasnya mempersiapkan makanan dan minuman yang disuguhkan bagi warga adat dan tamu selama di Cipta Gelar. Bagi masyarakat adat, haram hukumnya bila membiarkan para tamu kelaparan.
Selain nasi hasil panen dari sawah yang dimasak secara tradisional dengan tungku dan kayu bakar, ada banyak menu makanan lainnya. Ada sayur lodeh, sop, sambal hingga olahan daging ayam dan daging kerbau. Belum lagi makanan penganan tradisional.
Lokasi Kampung Adat Cipta Gelar itu berada di daerah perbatasan antara dua provinsi, Provinsi Jawa Barat dan wilayah Provinsi Banten. Warga adat dari sejumlah kampung di wilayah kedua provinsi itu terus berdatangan. Belum lagi para pengunjung dari luar yang sudah berada sejak beberapa hari sebelumnya.
Bagi warga adat dan para pengunjung yang menginap beberapa hari sudah disiapkan, mayoritas mereka menginap di rumah warga.
"Kami selama di Cipta Gelar menginap di rumah warga adat. Bagi kami, ini kegiatan adat yang luar biasa dan pengalaman baru bagi kami bisa tinggal serumah dengan warga adat," kata Asiyah seorang pekerja di Jakarta yang datang bersama SOCA Indonesia.
Di tempat lain, di sekitar pintu masuk ke Kampung Adat Cipta Gelar terdapat lokasi menjemur padi hasil panen yang disebut masyarakat adat dengan nama lantaian. Dalam kegiatan Seren Taun ini sudah disiapkan sebanyak 470 pocong (ikat) padi yang akan dibawa secara di arak oleh warga ke Kampung Gede Cipta Gelar.
"Kabehna aya 470 pocong pare di lantaian ieu. Engke acarana dimulai ti dieu (semuanya ada 470 ikat padi di tempat penjemuran ini, nanti acara Seren Taun dimulainya dari sini)," kata Ki Ating dalam bahasa Sunda yang menunggu lokasi.
Perjalanan arak-arakan itu diawali dayang-dayang, baris kolot, pembawa padi, lalu di belakangnya tabuhan dari alat musik tradisional, seperti rengkong, dog-dog lojor, dan angklung buncis.
Iring-iringan itu melintasi areal persawahan yang belum ditanami. Hingga akhirnya warga yang mengarak tiba di kampung gede itu langsung disambut dengan suara khas tabuhan dari pukulan alu ke lisung. Tabuhan ini dilakukan oleh sebanyak 7 orang kaum perempuan.
Iring-iringan warga adat yang membawa padi dan tetabuhan itu diterima Pimpinan Kasepuhan Cipta Gelar, Abah Ugi Sugriana Rakasiwi (Abah Ugi) di depan Imah Gede.
Pada saat itu hadir pula pejabat pemerintahan, Bupati Lebak Provinsi Banten Iti Octavia Jayabaya, dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.
Puncak acara Seren Taun itu digelar di depan leuit (lumbung padi) Si Jimat yang dipimpin langsung Abah Ugi Sugriana Rakasiwi. Di lokasi ini digelar acara adat ngadiukeun atau memasukkan dan mendudukkan padi secara simbolik ke lumbung keramat Leuit Si Jimat.
Prosesi adat ngadiukeun dimulai dengan pembacaan doa dan pantun yang dibawakan oleh dua orang dari baris kolot (barisan orangtua). Puncak acara ditandai dengan memasukkan sejumlah padi dalam ikatan yang diikuti masuknya Abah Ugi didampingi Mak Alit bersama keluarga ke Leuit Si Jimat.
Hanya sekitar 10 menit, Abah Ugi bersama keluarga berada di dalam Leuit Si Jimat untuk melaksanakan ritual tradisi yang sudah dilakukan para leluhurnya itu.
"Panen padi tahun ini mencapai sekitar 400.000 pocong padi. Hasil panen ini dapat mencukupi kebutuhan incu putu yang berjumlah 30.000 jiwa," kata Abah Ugi.
Masyarakat adat Kasepuhan Cipta Gelar ini telah berhasil berswasembada padi sejak puluhan tahun lalu. Bahkan ketika warga di tempat lain kesulitan beras, masyarakat adat Cipta Gelar ini tetap aman dengan ketahanan pangannya, bahkan bisa memberikan bantuan kepada yang membutuhkannya.