Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

50 Persen Wilayah Yogyakarta dan Sleman Terancam Krisis Air

Kompas.com - 02/09/2016, 14:47 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

SLEMAN, KOMPAS.com - Pakar Hidrologi Universitas Gajah Mada Ig L Setyawan Purnama menyebutkan bahwa sekitar 50 persen wilayah di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman terancam krisis air.

Hal ini disebabkan pertambahan jumlah penduduk dan alih fungsi lahan resapan menjadi perumahan dan bangunan komersial.

"Kebutuhan air di Yogyakarta dan Sleman tinggi karena jumlah penduduk bertambah dan tingkat ekonominya naik sehingga memiliki kecenderungan penggunaan airnya tinggi,” ujar Setyawan dalam rilis yang diterbitkan Humas UGM, Jumat (2/9/2016).

Guru Besar Fakultas Geografi ini menyampaikan, berdasarkan data Dinas pekerjaan Umum, Energi dan Sumberdaya Mineral DIY tahun 2011, penurunan muka air tanah di kota Yogyakarta mencapai 30 cm per tahun, sedangkan di wilayah Sleman terjadi penurunan 15-30 cm tiap tahunnya.

"Kalau per tahunnya air tanah turun sampai 30 cm maka dalam 10 tahun bisa turun hingga 3 meter," ucapnya.

Penurunan air tanah itu, lanjutnya, ada di 28 titik cekungan air tanah (CAT), baik di Yogyakarta dan Sleman. Beberapa titik di antaranya, seperti di Kecamatan Mlati, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Godean, Kecamatan Moyudan, Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan Kotagede, dan Kecamatan Mergangsang.

Sementara itu, data Direktorat Tata Lingkungan, Geologi, dan Kawasan Pertambangan ESDM tahun 2011 menunjukkan potensi atau ketersediaan air tanah dangkal di wilayah Yogyakarta dan kabupaten Sleman mencapai  604 juta meter kubik per tahun, sedangkan tanah dalamnya sebesar 9 juta meter kubik per tahun. 

Data Sensus Penduduk, BPS DIY tahun 2010 jumlah penduduk Sleman mencapai 1.093.110 jiwa sedangkan Kota Yogyakarta 388.637 jiwa. 

"Kebutuhan masyarakat di perkotaan mencapai 130 liter per hari," tegasnya.

Melihat potensi air yang ada apabila tidak diimbangi dengan masukan air yang seimbang maka akan terjadi kerawanan air secara meluas di Kota Yogyakarta dan Sleman. Ditambah lagi dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya. 

"Apabila masukan air tidak lebih banyak dari penggunaannya maka dikhawatirkan akan terjadi krisis air di masyarakat," tandasnya.

Penurunan air tanah juga akibat dari berkurangnya daerah resapan karena maraknya konversi lahan. Lahan-lahan terbuka diubah fungsi menjadi perumahan dan bangunan komersial seperti mal, hotel, dan apartemen.

Terkait maraknya pembangunan mal, hotel, serta apartemen yang disinyalir menjadi penyebab turunnya air tanah di wilayah Yogyakarta dan Sleman. Menurut Iwan, baik hotel dan apartemen sebenarnya telah melakukan pengeboran di air tanah dalam yang berada di bawah 40-110 meter.

Fenomena menyusutnya air tanah permukaan warga di sekitar hotel maupun apartemen dimungkinkan karena lapisan lempung yang berada di antara air tanah dangkal yang sering disebut dengan formasi Yogyakarta dan air tanah dangkal yang dikenal dengan formasi Sleman tidak benar-benar kedap air. 

“Ada kebocoran di lapisan lempung antara formasi Yogyakarta dan formasi Sleman," ucapnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com