Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenaikan Harga Rokok Beri Peluang Beredarnya Rokok Ilegal

Kompas.com - 23/08/2016, 18:43 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com - Pengusaha rokok di Kota Magelang, Jawa Tengah, tidak menampik akan adanya dampak negatif jika pemerintah mengesahkan wacana kenaikan rokok hingga Rp 50.000 per bungkus.

Kenaikan harga yang terlalu tinggi akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Hal ini berpotensi beredarnya rokok-rokok ilegal tanpa cukai.

"Tidak menutup kemungkinan hal ini bahkan membuka peluang rokok ilegal (tanpa cukai) beredar," tandas Juhatono Binarto, pengusaha pabrik rokok "Tjap Djeruk" Kota Magelang, Selasa (23/8/2016).

Tidak hanya itu, kenaikan harga yang drastis juga berpotensi pada pengurangan karyawan hingga pemasaran produk. Hal itu sebagai konsekuensi produksi yang menurun akibat penjualan yang menurun pula.

"Dampak psikologisnya, karyawan mungkin saja bisa dikurangi,” ucap Junarto yang memiliki setidaknya 139 karyawan itu.

Pabrik rokok yang telah berdiri sejak tahun 1950 itu pemasarannya hanya menyebar di pasar-pasar tradisional wilayah Kedu dan sekitarnya. Di pabrik tersebut, proses produksi yang masih mengandalkan cara tradisional dari pengolahan bahan tembakau dan cengkih hingga proses pelintingan.

Setiap hari, pabrik ini memproduksi 100 bal berisi 2.000 batang jenis sigaret kretek tangan (SKT) atau 2.200 batang per bal jenis sigaret kretek mesin (SKM).

"Sekarang kondisinya cukup berat, selain persaingan juga karena kebijakan-kebijakan pemerintah soal cukai maupun tembakau. Tapi apapun nantinya kami akan tetap patuh terhadap kebijakan pemerintah. Kalau memang harus naik, ya naik saja,” ungkapnya.

Petani tembakau khawatir

Sementara itu, Yamudi (48), salah satu petani tembakau di Desa Tuksongo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, mengatakan, jika harga rokok benar naik hingga Rp 50.000 per bungkus maka daya beli masyarakat akan menurun. Dengan demikian praktis permintaan tembakau dari pabrik juga akan ikut menurun.

"Saya tidak setuju (harga rokok naik) dan saya yakin semua petani tembakau juga tidak setuju. Karena pasti akan terkena imbasnya, permintaan tembakau pasti akan kecil," kata Yamudi ditemui Selasa (23/8/2016).

Saat ini saja, lanjut Yamudi, omzet penjualan tembakau rajangan kering sudah menurun akibat anomali cuaca. Pabrik-pabrik rokok besar hanya membeli tembakau dari petani tak lebih dari 30 persen dari tahun lalu.

"Penjualan turun sampai 70 persen. Saya hanya menanam 2 hektar saja, padahal tahun lalu bisa menanam 10-15 hektar tanaman tembakau, itu pun masih (lahan) ngontrak," sebut dia.

Yamudi juga meyakini bahwa wacana kenaikan harga rokok tidak akan menaikkan harga tembakau. Selama ini, harga tembakau cenderung fluktuatif tergantung permintaan pabrik dan kualitas daun tembakau.

Dia merinci, harga tembakau rajangan kering pada tahun lalu sebesar Rp 15.000 per kilogram untuk grade terendah (A), Rp 30.000 per kilogram untuk grade B, Rp 45.000 per kilogram untuk grade C dan Rp 60.000 per kilogram untuk grade terbaik (D).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com