Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bima Tolak Gagasan Kokurikuler karena Dianggap Tak Cocok

Kompas.com - 11/08/2016, 15:59 WIB
Syarifudin

Penulis

BIMA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Bima menilai kebijakan kokurikuler yang diwacanakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tidak relevan dengan kondisi di setiap daerah. Apalagi, kebijakan itu belum tentu cocok diberlakukan di Bima karena daerah tersebut bukan perkotaan seperti Jakarta.

“Kebijakan pemerintah pusat adalah adopsi dari negara luar untuk mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana misi Presiden RI Joko Widodo. Tapi sangat disayangkan, wacana ini tidak cocok diterapkan di daerah Bima,” ujar Wakil Bupati Bima H Dahlan M Nhor seusai acara pelepasan peserta Jambore Nasional (Jamnas) di kantor Bupati Bima, Kamis (11/8/2016).

Baca juga: Ganjar: Program Kokurikuler Hanya Efektif di Perkotaan

Sedianya, Pemerintah Kabupaten Bima akan mematuhi setiap kebijakan pemerintah pusat. Namun lain hal dengan kebijakan yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendy tampaknya mendapat banyak penolakan dari masyarakat Bima.

“Kalau banyak masyarakat yang menolak, pemerintah juga harus menolak,” tutur Dahlan.

Menurut Dahlan, gagasan kokurikuler memang sangat bagus diterapkan di Indonesia. Namun sebelum kebijakan itu diberlakukan, alangkah baiknya mendikbud memperhatikan keberagaman wilayah, terutama kondisi dan karakteristik daerah.

“Untuk saat ini, Kebijakan full day school belum cocok jika diterapkan di daerah-daerah, termasuk di Bima karena karakter masyarakat kita masih heterogen. Apalagi di desa-desa, ada anak-anak setelah pulang sekolah mereka cenderung ikut membantu orangtuanya yang bertani. Ini sudah menjadi tradisi di desa,” ungkap Dahlan.

Baca juga: Kokurikuler, Gagasan Mendikbud yang Menuai Polemik...

Lebih lanjut ia menyarankan, wacana kokurikuler jangan dipaksakan karena tidak pas diterapkan. Karena itu, penambahan jam belajar tersebut harus dikaji secara matang sebelum dicetuskan. Terutama dalam konteks filosofi pendidikan, letak geografis dan kultur daerah.

“Kalau mengambil keputusan yang bijak harus ada yang menguntungkan. Jika tidak ada yang menguntungkan, ya jangan dipaksakan. Apalagi wacana full day school ini justru lebih banyak yang menolak. Harusnya dikaji terlebih dahulu dari berbagai aspek," imbuhnya.

Dikatakannya, pemerintah tak perlu lagi mengeluarkan kebijakan dadakan, tetapi harus memperhatikan kenyamanan anak di sekolah dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar siswa.

“Kenyamanan siswa itu jauh lebih penting ketimbang menyuruh anak sekolah sepanjang hari. Jika kebijakan baru ini diterapkan, saya pastikan siswa tidak nyaman di lingkungan sekolah," ujarnya.

Kompas TV Mendikbud: Sistem Full Day School Tak Bebani Siswa

Saat ini, menurut dia, masih banyak yang perlu diperhatikan untuk menunjang mutu pendidikan. Seperti sarana dan prasaran yang tidak memadai dan tidak layak.

“Di Bima masih banyak gedung sekolah yang rusak dan tidak bisa dipakai, sehingga para siswa belajar di teras sekolah. Gedungnya rubuh, atapnya bocor dan tidak layak dihuni. Nah, inilah yang sebenarnya perlu diperhatikan,” tutur Dahlan.

Dia menambahkan, gagasan kokurikuler yang dicetuskan justru melepaskan interaksi antara anak dengan orangtua. Dia berharap, pemerintah segera menarik kembali wacana tersebut karena dianggap berbahaya bagi keberlangsungan dunia pendidikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com