Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surabaya Tempo Dulu, Rindu yang Menyesak

Kompas.com - 10/08/2016, 19:07 WIB

Dari sisi suasana, kota perdagangan ini mirip Singapura. Begitu memasuki wilayah Kota Surabaya di perbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo, di bundaran Waru suasana begitu kontras. Mulai Jalan Achmad Yani lalu ke Jalam Raya Darmo hingga Pelabuhan Tanjung Perak, taman dengan beragam pohon dan bunga, yang setiap enam bulan berganti jenis, benar-benar memberikan keteduhan dan kenyamanan. Kondisi kota yang benar-benar hijau, nyaman, tertata, dan tertib inilah yang menjadi keelokan Surabaya.

"Magnet lain, banyak pilihan wisata kuliner yang otentik yang benar-benar bisa menggoyang lidah, seperti rawon, rujak cingur, bebek, soto, lontong kupang, dan semanggi," kata pemilik usaha Lucky Lokononto (52), pengusaha yang rutin menjamu kliennya yang menanam modal di kota berpenduduk 2,9 juta jiwa ini.

Surabaya yang beradab karena dibenahi tanpa ada penggusuran justru pembenahan ini, menjadi penggerak kreativitas warga agar lebih sejahtera, diakui Programme on Public Space Urban Planning and Design Branch United Nations Habitat, Cecilia Andersson.

Selama lima hari berada di Surabaya, saat Prepcom III UN Habitat minggu terakhir Juli lalu, dia berkeliling kampung. Cecilia mengapresiasi Pemkot Surabaya yang berhasil merangkul dan mengajak warga terlibat dalam melestarikan dan membenahi kampung masing-masing. Dengan cara ini, semakin banyak orang dari luar Surabaya ingin berkunjung ke kota ini.

Keberhasilan Surabaya ini menjadi acuan bagi PBB pada Kongres UN Habitat di Quito, Ekuador, 17-20 Oktober mendatang.

Selama lima hari, 4.000 peserta Third Preparatory Committee of the Habitat III Conference berada di Surabaya dan setiap hari ada kegiatan field trip. Acara ini kesempatan bagi Pemkot Surabaya untuk menunjukkan keunggulan Surabaya dari sektor wisata, pembangunan fisik dan sumber daya manusia, serta memiliki 14 kampung sesuai dengan sektor yang dikembangkan.

Peserta pun masuk-keluar perkampungan, sentra industri, taman, dam Jembatan Suroboyo sambil menikmati pertunjukan air mancur menari dan menikmati kuliner di Sentra Ikan Bulak Kenjeran. Wisatawan pun bisa berperahu di sepanjang Kali Mas. Lewat kegiatan hari bebas berkendara setiap hari Minggu, Surabaya pun mulai menghidupkan jalan dan kumpul sambil menikmati aneka kuliner khas Surabaya di Jalan Tunjungan.

Seperti lagu "Rek Ayo Rek":

Rek ayo rek mlaku mlaku nang Tunjungan
Rek ayo rek rame rame bebarengan
Cak ayo cak sopo gelem melu aku
Cak ayo cak golek kenalan cah ayu.... kini kembali bisa dialami arek suroboyo dan juga turis jika bertandang ke Surabaya. (Agnes Swetta Pandia)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Agustus 2016, di halaman 22 dengan judul "Surabaya Tempo Dulu, Rindu yang Menyesak".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com