Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjahit Tolak Pesanan Seragam Sekolah, Orangtua Bingung

Kompas.com - 13/07/2016, 13:42 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Menjelang masuk sekolah tahun ajaran baru, sejumlah penjahit di Kabupaten Semarang kebanjiran order menjahit seragam sekolah. Bahkan sepekan sebelum lebaran, mereka terpaksa menolak order lantaran sudah kelebihan pesanan.

Nurkholis (46), pemilik Barokah Tailor, Jl MT Haryono No.2, Ungaran, mengatakan, pada musim masuk sekolah tahun ini dirinya hanya menerima sekitar 25 pesanan menjahit seragam sekolah.

Hal ini terpaksa dilakukan karena jam kerja karyawannya terpotong masa libur Lebaran selama 10 hari.

"Pekerjaan kita kan tertunda selama 10 hari karena lebaran, jadi seminggu sebelumnya kita sudah nolak order. Padahal kalau normal, satu penjahit itu sehari bisa dapat 4 stel," kata Nurkholis, saat dijumpai Rabu (13/7/2016) siang.

Pesanan menjahit seragam sekolah tahun ajaran baru ini, kata Nurkholis, sudah masuk sejak 17 Juni lalu. Sebagian besar order yang masuk tersebut adalah seragam SMP dan SMA dengan rata-rata seragam yang dijahitkan 4 sampai 5 pasang. Sementara itu, jadwal masuk sekolah tahun ajaran baru adalah 18 Juli mendatang.

Dengan sisa waktu yang mepet ini, Nurkholis tidak ingin berspekulasi dengan mempertaruhkan reputasinya sebagai salah satu penjahit handal di kota Ungaran.

"Daripada nanti pemesan kecewa, karena tidak bisa tepat waktu atau kualitasnya tidak bagus. Mending saya tolak, karena memang kita sudah tidak sanggup," ucapnya.

Kendati jasa menjahit saat ini tengah diburu, namun Nurkholis tidak menggunakan aji mumpung untuk menaikkan ongkos atau jasa menjahit. Bahkan bapak dua anak ini memasang tarif lebih murah dibandingkan penjahit lainnya.

"Kalau di luar rata-rata satu stelnya Rp 140.000-150.000, di tempat saya cuma Rp 120.000 satu stelnya. Saya kasihan, kita tidak tahu orangtuanya jual kerbau atau sapi untuk menyekolahkan anaknya. Kalau buat mbayar seragam 4 stel itu kan berat," ujarnya.

Senada dengannya, Sriyanto (46), pemilik Griya Jahit Nisfie, Jl Ade Irma Suryani No 48 Ungaran mengaku sejak buka Senin kemarin dirinya sudah menolak pesanan menjahit seragam dari 15 pemesan.

Sriyanto juga tidak berani menerima pesanan karena takut tidak selesai pada waktunya. Mengingat waktu yang mepet ini, menurut dia, pesanan menjahit seragam sekolah sebenarnya justru turun sampai 50 persen.

Tahun lalu, dirinya mampu mengerjakan hingga 50 pesanan atau sekitar 200 pasang baju seragam, sedangkan pada tahun ini dirinya hanya sanggup mengerjakan 30 pesanan menjahit seragam sekolah.

"Kami tidak berani menerima banyak karena bareng Lebaran, takut tidak selesai. Kemarin sampai menolak 8 orang, pagi ini sudah 5 orang," kata Sriyanto.

Jumlah penjahit di Griya Jahit Nisfie ini ada 3 orang, namun untuk mempercepat pengerjaan seragam sekolah ini Sriyanto dan istrinya Sri Marsini (40) harus turun tangan ikut menjahit.

Seragam SMP yang dijahitkan rata-rata satu anak 3 pasang, sedangkan untuk SMA rata-rata 4 pasang. Tiap satu pasang seragam sekolah, ongkos yang dikenakan Rp 150.000.

"Bahkan SMA 1 itu sampai 5 stel. Saya dan istri yang biasanya hanya motong (bahan) sekarang juga harus njahit. Selain itu ada juga yang kita subkan ke penjahit lainnya yang kualitasnya sama," imbuhnya.

Kelebihan pesanan pada sejumlah penjahit ini menyusahkan orangtua murid. Ardiani (38) warga Kuncen Ungaran mengaku sejak pagi sudah berkeliling mencari penjahit untuk menjahitkan seragam sekolah anaknya yang akan duduk dibangku SMP.

Sudah tiga penjahit dia datangi, namun semua menolak.

"Ini penjahit yang keempat, tapi ditolak juga. Padahal saya minta nyempil yang batik saja, yang putih biru nanti-nanti saja," kata Andriani pasrah.

Andriani sebenarnya sudah memprediksi jika jasa penjahit akan penuh setelah libur Lebaran ini. Dia lebih senang anaknya memakai seragam jadi yang bisa dibeli di toko, namun anaknya bersikukuh memilih menjahitkan kain seragam ke penjahit.

Sementara itu, dari pihak sekolah, kain seragam baru diberikan pada Senin kemarin.

"Baru kemarin (kainnya) dikasihkan, padahal makainya tanggal 18 senin besoknya. Pengennya saya (memakai seragam) langsung jadi, tapi anaknya tidak mau takut tidak sama dengan temennya, padahal ya sama saja," tutur Andriani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com