Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Tradisi Berbagi Saat Lebaran Ketupat

Kompas.com - 12/07/2016, 13:31 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Belasan penjual selongsong ketupat musiman meramaikan suasana Pasar Bandarjo, Ungaran, pasar tradional terbesar di Kabupaten Semarang, Selasa (12/7/2016) pagi.

Mereka sudah berjualan sejak Senin kemarin dan berharap Selasa siang ini seluruh dagangan akan habis terjual.

"Kan besok sudah Bodo Kupat (Lebaran Ketupat), Mas," kata Priyatno (28), salah satu penjual.

Sedikitnya, 1.000 helai janur atau daun kelapa yang masih berusia muda disiapkan oleh warga Kecandran, kecamatan Sidomukti, Salatiga, ini selama mremo (berdagang musiman) pada Lebaran Ketupat tahun ini.

Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai penjahit ini berjualan dengan pamannya, Syawal (43).

"Kalau Paklik saya sehari-hari tukang batu, tapi kalau Lebaran mremo jual ketupat," imbuhnya.

Satu ikat berisi 10 selongsong ketupat dijual di kisaran Rp 8.000. Pembeli tinggal mengisinya dengan beras, kemudian direbus selama beberapa jam hingga mengembang memenuhi isi selongsong. Kedua paman dan keponakan itu memanfaatkan sela waktu berjualan untuk merangkai selongsong ketupat.

Selain menjual yang sudah bentuk selongsong, Priyatno juga menjual dalam bentuk blarak atau lembaran daun. Satu ikat janur berisi 10 helai dijual Rp 4.000.

"Tapi kebanyakan beli yang jadi, tinggal diisi beras," ucapnya.

Penjualan selongsong ketupat tahun ini menurut Prayitno menurun. Tahun lalu sehari menjelang Lebaran ketupat, dirinya mampu menjual hingga 700 lembar. Namun saat ini, dia dan pamannya hanya mampu menjual sekitar 500 lembar saja.

Meskipun relatif sepi, bisnis penjualan selongsong ketupat ini tidak mengenal kata rugi. Sebab bahan baku selongsong ketupat diambil dari pohon kelapa di kebun milik sendiri.

"Makanya saya jualnya juga di Ungaran. Kalau di Salatiga kurang laku karena banyak yang punya pohon (kelapa)," imbuh Syawal yang mengaku sudah 6 kali berjualan selongsong ketupat ini.

Hal senada diungkapkan Suparto (62), warga Desa Kalibeji, Tuntang, Kabupaten Semarang. Hingga hari kedua berjualan selongsong ketupat ini, dia baru bisa menjual sekitar 300 helai. Padahal kakek yang sehari-hari berprofesi sebagai buruh tani ini telah menyiapkan sekitar 1.000 helai janur yang dibelinya dari tetangga.

"Saya akan mencoba bertahan hingga jam dua siang nanti. Kalau nggak habis ya dibawa pulang," kata Suparto.

Lebaran ketupat yang jatuh sepekan setelah hari raya Idul Fitri sejatinya adalah perayaan bagi umat Muslim yang berpuasa sunah 1 Syawal hingga 7 Syawal.

Di berbagai daerah, Lebaran ketupat ditandai dengan kenduri di mushala atau masjid dengan membawa hidangan ketupat dan opor ayam. Namun di Kota Ungaran yang sebagian besar penduduknya adalah pekerja di sektor industri, perkantoran dan sektor informal ini, kenduri pada lebaran ketupat sangat jarang ditemui.

Meski demikian, warga kota Tahu Bakso ini setidaknya tetap mempertahankan kehadiran menu ketupat opor pada momentum lebaran ketupat untuk dinikmati bersama-sama keluarga.

Salah satunya adalah Nina (40), warga Perumahan Sidosari, Ungaran ini. Saat dijumpai tengah membeli selongsong ketupat di Pasar Bandarjo, wanita kelahiran Solo ini mengaku selalu menyajikan ketupat berikut opor ayam dan sambal goreng ati setiap lebaran ketupat.

Tahun ini, Nina membeli enam ikat selongsong ketupat yang rencananya akan disantap bersama keluarga dan dibagikan ke saudaranya.

"Sudah tradisi orangtua selalu ada ketupat, opor dan sambel goreng ati. Kalau ada juga pakai sayur nangka," kata Nina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com