Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Getir Pemudik di Luar Jawa

Kompas.com - 28/06/2016, 08:25 WIB

KOMPAS.com - Sembari menunjukkan uang Rp 140.000, Ida Rumakat (61) memohon kepada petugas tiket agar ia diberi tiket naik KM Pangrango. Namun, harapannya pupus.

Ia pun diminta keluar dari antrean penumpang di pintu masuk ruang tunggu Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, Maluku, Sabtu (25/6/2016) siang.

"Tiket habis, Ibu. Bukan Ibu sendiri, ratusan orang yang tidak dapat tiket," ujar petugas tersebut sambil berjalan meninggalkan Ida.

Ekspresi kekecewaan tergambar dari raut wajahnya lantaran tahun ini dia tak bisa merayakan Lebaran di Pulau Geser, Seram Bagian Timur, Maluku.

Hal ini karena KM Pangrango hanya berlayar satu kali dalam dua minggu. Artinya, pelayaran berikutnya pada 9 Juli atau dua hari setelah Lebaran.

Ia pun putus asa dan terpaksa membatalkan keinginannya merayakan Lebaran di kampung halamannya. "Ya Allah, sial apa saya hari ini," ujarnya.

Calon penumpang lain, Ela Wati Keliolan (12), tak bisa menahan tangis di hadapan penjaga pintu masuk ruang tunggu. Kendati beberapa orang dewasa membantu memohon agar bocah yang baru lulus sekolah dasar itu diperbolehkan naik kapal, petugas tetap menolak.

KM Pangrango menjadi harapan warga Seram Bagian Timur. Selain harga tiket yang terjangkau, kapal dengan ukuran 2.620 gros ton (GT) itu masih bisa berlayar di tengah cuaca ekstrem di laut yang kini sedang melanda perairan Maluku.

Sementara kapal lain adalah kapal perintis, KM Sabuk Nusantara 33 dan KM Maloli. KM Maloli kini sedang dalam perawatan sehingga tersisa KM Sabuk Nusantara 33, yang direncanakan tiba di Ambon hari ini (27/6).

Namun, operasional KM Sabuk Nusantara 33 tidak menentu. Jika tinggi gelombang di atas 2 meter, kapal dengan bobot 1.202 GT tidak akan diizinkan berlayar. Itulah alasan mereka lebih memilih KM Pangrango.

Pelayaran dengan KM Sabuk Nusantara 33 juga tidak nyaman. Ini seperti pengalaman Anwar Rumbaru (24), mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri Ambon. "Ruangannya pengap sekali. Kadang kami terpaksa harus tidur di samping ayam dan kambing. Bahkan, ada yang tidur di geladak kapal," ujarnya.

Padahal, perjalanan dengan KM Sabuk Nusantara jauh lebih lama dibandingkan dengan KM Pangrango. Pasalnya, lebih banyak pelabuhan yang disinggahi oleh KM Sabuk Nusantara.

Sebenarnya masih ada alternatif lain dari Ambon ke sejumlah pulau di Seram Bagian Timur, seperti Geser atau Gorom. Namun, untuk ini memerlukan biaya yang besar. Dari Ambon, pemudik menyeberang menggunakan feri ke Desa Waipirit, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. Dari Waipirit mereka menggunakan mobil rental ke Bula dengan waktu perjalanan sekitar 8 jam dengan biaya Rp 350.000 per orang.

Sementara pemudik dengan tujuan Pulau Geser dan Pulau Gorom masih harus menyeberang dengan kapal motor atau menyewa speedboat. Harga sewanya dari Bulu ke Geser hingga Gorom paling murah Rp 3 juta.

Tak hanya pemudik di Maluku yang harus berjibaku untuk bisa merayakan Lebaran di kampung halaman. Hal yang sama terjadi di tiga ruas jalur jalan lintas Sumatera, di Provinsi Lampung.

Pemudik yang menggunakan kendaraan bermotor dihadapkan situasi yang serba sulit.

"Kalau lewat jalan Lintas Timur, jalan banyak yang rusak dan situasi sekitarnya sepi sehingga rawan kriminalitas. Kalau Lintas Tengah, pasti terjebak macet di Lampung Tengah. Paling ngeri lewat Lintas Barat, jalannya rawan longsor," tutur Erhandoko, calon pemudik tujuan Palembang, Sumatera Selatan, dari Bandar Lampung, Lampung.

Di Jawa, infrastruktur jalan, seperti tol, terus dikebut pembangunannya oleh pemerintah untuk memudahkan pemudik. Namun, di luar Jawa, pemudik masih harus menghadapi kisah getir yang sama setiap mudik dan balik Lebaran. Padahal, mereka pun sangat mengharapkan perhatian pemerintah. (FRANS PATI HERIN/ANGGER PUTRANTO)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Juni 2016, di halaman 3 dengan judul "Getir Pemudik di Luar Jawa".

 

Kompas TV Tiket Habis, Calon Pemudik Ngamuk

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com