Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tasbih Berusia 3,5 Abad Ini Hanya Digunakan untuk Berzikir Saat Ramadhan

Kompas.com - 15/06/2016, 17:11 WIB
Junaedi

Penulis

POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com - Tasbih berusia 352 tahun yang menjadi jejak sejarah peradaban Islam pertama di tanah Mandar, Sulawesi Barat, hingga kini masih terpelihara dengan baik.

Tasbih sepanjang 38 meter berisi 3.300 butir biji manjakani itu menjadi salah satu cagar budaya di Kabupaten Polewali Mandar.

Untuk menjaga kelestariannya, tasbih itu disimpan di Masjid Nurul Hidayah, Kecamatan Binuang, dan hanya digunakan sekali dalam setahun, yakni selama bulan Ramadhan.

Setiap hari, tasbih itu digunakan oleh jemaah untuk berzikir bersama, terutama seusai shalat subuh atau menjelang buka puasa.

Sambil duduk melingkar, para jemaah larut dalam bertabih sambil melafalkan kalimat puji-pujian kepada Allah SWT secara berulang-ulang hingga 3.300 kali atau sebanyak biji tasbih tersebut.

Tak hanya orang tua, anak-anak dan kalangan remaja pun turut berzikir bersama. Jemaah percaya bahwa cara ini akan menurunkan berkah dan keselamatan bagi warga kampung.

Tasbih ini dahulu digunakan warga untuk berbagai hajatan, seperti kahataman Al Quran, akikah, upacara kematian, khitanan, hingga acara Maulid Nabi.

Karena usia tasbih itu sudah sangat tua, peninggalan Abdul Kadir, ulama penyebar Islam pertama di Mandar pada zaman Kerajaan Binuang, maka agar kini hanya digunakan di saat bulan Ramadhan tiba.

Dalam sejarahnya, ulama Abdul Kadir dikenal sebagai sosok ulama kharismatik. Tasbih dari yang dibuatnya biji kayu manjakani dari Mekkah itu menjadi jejak peradaban Islam yang masih tersisa di tanah Mandar.

Abdul Kadir bersama sejumlah tokoh ulama lain dikenal seperti Imam Lapeo dan mengajarkan Islam hingga menjangkau Sulawesi Barat dan sekitarnya.

Menurut Muslimin, salah satu cucu keturunan Abdul Kadir, tasbih itu dibuat saat Abdul Kadir pertama kali menyebarkan islam di Kerajaan Binuang sekitar 352 tahun lalu.

"Dulu zaman Kerajaan Binuang masih berjaya, tasbih ini digunakan untuk beragam hajatan warga. Tapi kini dibatasi agar tasbih ini bisa bertahan lebih lama," ujar Muslimin, yang kini bertangggung jawab merawat dan memelihara tasbih tersebut.

Sepeninggal Abdul Kadir, tasbih itu dimiliki dan dirawat secara turun-temurun oleh anak dan cucunya hingga sampai ke tangan Muslimin.

Ketika Belanda menjajah Indonesia, tasbih itu pernah disembunyikan di dalam tanah karena warga takut diambil dan dimusnahkan Belanda.

Petugas balai sejarah dan benda purbakala sebenarnya sudah meminta Muslimin untuk menyerah tasbih tersebut agar bisa disimpan di museum purbakala sebagai salah satu kekayaan cagar budaya Islam di Mandar.

Namun, Muslimin menolak karena tasbih ini setiap tahun dimanfaatkan jemaah untuk menggelar berzikir.

Sayangnya, beberapa biji tasbih itu sebagian telah hilang dicuri orang. Siapa pencurinya dan untuk apa biji tasbih itu, tidak seorang pun tahu.

Agar jumlah bijinya tetap 3.300, sebagian biji tasbih diganti dengan biji dari kayu khusus yang ukurannya hampir mirip dengan manjakani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com