Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruwat Rawat Candi Borobudur, Bersih Fisik dan Hati untuk Menjaga Warisan Bangsa

Kompas.com - 02/06/2016, 13:33 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

MAGELANG, KOMPAS.com - Sore itu langit di Candi Borobudur begitu cerah. Keriuhan terdengar dari halaman parkir Taman Wisata tersebut. Suara tetabuhan alat musik tradisional saling bersahutan menjadi harmonisasi yang rancak. Beberapa kelompok tari dengan pakaian khas menari mengikuti musik tetabuhan itu.

Masyarakat, khususnya para wisatawan, terlihat antusias menyaksikan kegiatan bertajuk Ruwat-rawat Candi Borobudur itu, Rabu (1/6/2016) sore.

Usai unjuk kebolehan menari, mereka kumudian melakukan kirab dari halaman parkir menuju zona I Candi Borobudur. Irama musik dan nyanyian tradisional masih tetap mengiringi kirab itu.

Tak ayal, kegiatan itu menyita banyak wisatawan yang tengah menikmati keindahan candi warisan budaya dunia tersebut.

Para seniman itu ada yang membawa sapu lidi, mengusung gunungan palawija, hingga kelompok anak kecil yang tubuhnya penuh lumpur.

Tidak hanya itu, beberapa kelompok kesenian juga berjalan sembari menari tarian tradisional, antara lain tarian Soreng, Kuda Lumping, Jatilan, Kubro Siswo, Topeng Ireng, Lengger, dan pemain sendratari Kidung Karmawibangga, serta Pitutur Laras Madya.

Sampai di palataran Candi Borobudur, ketua rombong memimpin doa lalu mereka mulai berjalan paling depan mengelilingi Candi Borobudur.

Seniman yang membawa sapu terlihat sesekali menyapu lantai, dinding, dan stupa candi Borobudur.

"Sapu ini sebagai lambang bahwa Candi Borobudur harus senantiasa bersih. Bukan hanya bersih secara fisik akan tetapi hati yang bersih untuk menjaganya," kata Sucoro, seniman Borobudur, penggagas Ruwat-rawat Candi Borobudur.

Sucoro menjelaskan, kegiatan yang rutin digelar setiap tahun ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat bahwa ada tiga hal yang harus selalu dijaga oleh masyarakat.

Ketiga hal itu, sebut Sucoro, pertama bahwa Candi Borobudur adalah tempat ibadah umat Budha; kedua bahwa candi terbesar di dunia ini juga merupakan tempat wisata yang harus lebih memberikan manfaat seluruh lapisan masyarakat, bukan bermanfaat bagi kelompok-kelompok tertentu saja.

"Ketiga, kami ingin mendorong partisipasi masyarakat agar lebih kuat mengangkat sektor pariwisata Borobudur dari segi seni dan budaya," papar dia.

Sucoro menyebut setidaknya 116 grup kesenian rakyat dari berbagai desa di Kabupaten Magelang terlibat dalam kegiatan bertema Harmonisasi itu. Bahkan ada juga kelompok kesenian dari Kabupaten Temanggung, Boyolali, Wonosobo, dan Yogyakarta.

"Rangkaian kegiatan ini sudah dimulai sejak 18 April 2016 lalu, ada workshop, pertunjukan seni, budaya dan sebagainya," jelas Sucoro yang juga Ketua Komunitas Warung Info Jagat Cleguk Borobudur itu.

Camat Borobudur Cahya Nanda P mengapresiasi kegiatan tersebut sebagai bentuk partisipasi masyarakat untuk konsisten mengangkat pariwisata Borobudur berbasis budaya.

"Ruwat tidak hanya fisik (Borobudur) tapi juga budaya sekitarnya. Kedepan target kunjungan wisatawan meningkat dengan dukungan event seperti ini," kata Nanda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com