Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Bukan Gempa, tetapi Bangunan yang "Membunuh" Yogyakarta

Kompas.com - 27/05/2016, 10:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Menjelang siang, di perjalanan bersama isteri, anak yang masih merah, ibu mertua, dan dua saudara, kami sudah menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk atas kondisi ayah kami. Tidak lama setelahnya, ada kabar, ayah kami sudah meninggal dunia.

Kami berhenti untuk menenangkan diri dan berdoa di dalam hati untuk ayah kami dan ribuan korban yang kami dengar dari radio di perjalanan. Perjalanan ke Yogyakarta kami lanjutkan dan mulai terasa siksaan untuk perasaan yang membuat perjalanan terasa sangat panjang.

Ditemani duka

Kami sampai di Boyolali malam hari. Kondisi bencana mulai terlihat di perjalanan yang kami lintasi. Memasuki Klaten, perasaan duka makin menekan. Bangunan roboh dengan puing-puing yang berserakan banyak kami jumpai. 

Memasuki Yogyakarta, perasaan tertekan lantaran duka makin terasa. Terlebih dengan adanya banyak tenda di tepi-tepi jalan berisi warga. Beberapa dari mereka terluka.

Padamnya lampu di sepanjang jalan yang kami lalui menuju Kota Yogyakarta menambah duka. Gelap dan pekat rasanya duka kami.

Sampai rumah menjelang tengah malam, kami melihat rumah kami roboh atapnya. Turun dari mobil, kami menuju pekarangan tetangga yang lapang. Di pekarangan itu, tenda didirikan sebagai tempat jenazah ayah kami disemayamkan.

Mendapati ayah yang sudah meninggal, kami menangis berpelukan bersama sejumlah saudara dan warga yang belum lepas dari kepanikan. Beberapa kali, gempa susulan masih kami rasakan. Menghindar dari bangunan untuk keamanan menjadi alasan kenapa banyak tenda didirikan.

Di antara warga yang mengungsi di tenda-tenda, ada sejumlah balita seperti anak saya. Beberapa dari balita itu menangis seperti juga anak saya yang ternyata diare. Kondisi darurat lantaran gempa membuat penanganan diare yang sejatinya sederhana menjadi rumit.

Akses untuk air bersih tidak mudah. Klinik dan apotek banyak yang tutup. Kami lantas saling membantu sebisanya sambil tetap waspada. Trauma karena gempa yang telah merobohkan banyak bangunan dan membunuh banyak jiwa membuat gempa susulan terasa mencekam.

Malam itu, kami yang ada di tenda tidak bisa tidur nyenyak. Beberapa warga menawarkan rumahnya yang lebih aman di tempat yang agak jauh sebagai tempat istirahat. Suasana kebersamaan dan saling membantu menjadi kekuatan di tengah duka.

Saat berusaha mencari apotek dan tidak mendapat, suasana serupa saya lihat di tenda-tenda lain. Saya juga mendapati, kerusakan kerena gempa di tempat-tempat lain seperti di Jalan Tamansiswa menuju ke selatan lebih parah. Gerimis membuat suasana duka yang gelap dan pekat malam itu seperti berderai air mata.

Esok paginya, wajah-wajah lebih tenang dan menerima keadaan dari warga yang tinggal di tenda lebih terlihat. Warga mulai berani menengok rumah mereka yang roboh dan mengambil sejumlah barang yang bisa diselamatkan dan dibutuhkan. 

Kami dan sejumlah warga dalam kondisi darurat di bawah tenda menggelar ibadat singkat untuk mengantar pemakaman ayah kami. Sejumlah upacaya pemakanan digelar hari itu di sejumlah tempat.

Korban hari pertama

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com