Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepala BPBD Bantul: Gempa Bumi Itu Tidak Membunuh...

Kompas.com - 27/05/2016, 08:00 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

BANTUL,KOMPAS.com - "Gempa Bumi itu tidak membunuh. Yang membunuh itu bangunan atau rumah yang kita tempati karena roboh," inilah kata yang terucap dari Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, Dwi Daryanto saat merefleksikan peristiwa gempa bumi yang terjadi 10 tahun lalu.

Refleksi itu muncul melihat fakta bahwa akibat guncangan gempa bumi 2006 lalu banyak bangunan rumah warga di Kabupaten Bantul mengalami rusak ringan sampai rusak berat. Korban jiwa sebagian besar diakibatkan tertimpa material bangunan rumah.

Episentrum gempa bumi 2006 berada di Bantul, sehingga guncangannya terasa lebih besar di kabupaten dengan moto Projotamansari ini. Berdasarkan data BPBD DIY, dari seluruh wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kabupaten Bantul menjadi daerah yang terdampak paling parah.

Dwi menyampaikan, bagi masyarakat Bantul, gempa bumi yang terjadi pada Sabtu, 27 Mei 2006 pagi itu sangat mengagetkan. Terlebih, pada saat itu warga dan pemerintah Kabupaten Bantul belum memiliki kesiapan terkait ancaman bencana gempa bumi.

"Pada Gempa Bumi 2006, lembaga ini (BPBD) belum terbentuk. Sehingga waktu itu kita tidak ada kesiapan sama sekali," ujar Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, Dwi Daryanto saat ditemui Kompas.com, Rabu (11/5/2016).

Desa tangguh bencana

Sudah 10 tahun peristiwa gempa bumi berlalu. Banyak hal yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak dalam kurun waktu 10 tahun. Pertama, terkait meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat dengan membangun kesadaran bahwa mereka tinggal di wilayah rawan gempa bumi.

“Kurun waktu 10 tahun banyak yang sudah kita lakukan. Mengenai peningkatan kapasitas, kita memberikan kesadaran agar masyarakat paham mengenai potensi ancaman bencana, risiko yang ditanggung ketika terjadi bencana,” jelasnya.

Peningkatan kapasitas ini, lanjut dia, dilakukan dalam berbagai tahapan. Dimulai dengan membentuk desa tangguh bencana. Pembentukan desa tangguh bencana ini dilakukan secara bertahap.

“Kita secara bertahap setiap tahun selalu membentuk desa tangguh bencana. Setelah terbentuk tidak lantas dibiarkan, tapi tetap ada pendampingan dan pelatihan sampai benar-benar mandiri,” tandasnya.

Di dalam kurun waktu 10 tahun, dari 75 desa di Kabupaten Bantul sudah terbentuk 12 desa tangguh bencana. Rinciannya, enam desa di daerah sepanjang pesisir pantai Selatan Bantul dan sisanya di wilayah penyangga pesisir.

"Pemerintah Bantul, BNPB, BPBD DIY dan BPBD Bantul bersama-sama dan bertahap akan terus membentuk desa tangguh bencana. Nantinya 75 desa akan bentuk tangguh bencana, secara bertahap," tuturnya.

Ancaman bencana di setiap desa tentu tidak sama. Misalnya di wilayah pesisir, ancaman bencananya adalah gempa bumi dan tsunami. Sedangkan di wilayah penyangga terdapat ancaman gempa bumi, banjir dan tanah longsor.

“Simulasi bencana juga terus kita lakukan. Simulasi ini sesuai dengan ancaman yang ada di setiap desa,” ujarnya.

Indikator desa tangguh bencana antara lain mempunyai peta rawan bencana di wilayahnya, membuat dokumen rencana kerja terkait pengurangan risiko bencana dan mempunyai forum pengurangan risiko bencana.

"Penguatan masyarakat tangguh menjadi sebuah kewajiban bagi warga sesuai dengan risiko yang ada. Intinya, pengurangan risiko bencana menjadi kebiasaan hidup sehari-hari," ujarnya.

Dengan adanya desa tangguh bencana, masyarakat diharapkan bisa cepat bangkit kembali ketika mengalami bencana dan mencari solusi dari permasalahan mereka.

Tak hanya desa tangguh bencana, masyarakat juga diberikan pemahaman bahwa ketika hidup di wilayah rawan gempa, maka struktur bangunan juga harus disesuaikan. Sebab, berkaca pada tahun 2006 lalu, sebagian besar rumah warga ambruk dan jatuhnya korban jiwa lebih disebabkan tertimpa material bangunan.

Pada tahun 2006, menurut dia, hampir semua rumah warga hanya tembok biasa. Tidak ada kontruksi model tulang-tulang beton di antara tembok rumah.

“Supaya bangunan itu kuat apa yang harus dilakukan. Lalu kaidah-kaidah mengenai struktur bangunan tahan gempa itu yang kita sampaikan ke masyarakat,” katanya.

Sehingga dengan mengikuti kaidah-kaidah struktur bangunan di wilayah gempa, masyarakat akan merasa aman dan nyaman berada di dalam rumah, terlebih ketika terjadi gempa bumi.

“Panik saat terjadi bencana itu sudah manusiawi. Tapi kalau membangun rumah sesuai dengan yang kita sampaikan, dan ada gempa, masyarakat akan merasa aman di dalam rumah,” tandasnya.

Dijadikan peraturan

Pasca-gempa 2006, pemerintah Kabupaten Bantul membuat peraturan. Semua bangunan baru harus mempunyai izin mendirikan bangunan (IMB). Salah satu syarat untuk mendapatkan IMB ini adalah bangunan tahan gempa.

"Kita tidak mungkin karena daerah sesar atau patahan terus tidak boleh membangun, lalu mau dikemanakan masyarakat. Kita tidak melarang, tetapi harus memenuhi persyaratan bangunan tahan gempa," ujarnya.

BPBD Kabupaten Bantul juga terus memberikan pembinaan dan peningkatan skill serta pengetahuan kepada para relawan. Sebab, dalam setiap kejadian bencana, keberadaan relawan sangat membantu.

“Penanggulangan bencana itu tidak mungkin hanya dilakukan oleh pemerintah sendirian. Kita harus bekerja sama dengan berbagai elemen dan komponen, terutama para relawan,” kata Dwi.

Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut, harapannya ke depan ketika kembali terjadi bencana gempa bumi, maka jumlah korban jiwa bisa ditekan, tidak seperti tahun 2006 lalu.

“Membangun kesadaran masyarakat itu membutuhkan proses, tidak bisa instan. Kita tidak boleh bosan untuk terus mengingatkan dan berupaya,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com