Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hikmah dari Gempa Besar di Yogyakarta

Kompas.com - 27/05/2016, 05:40 WIB
Wijaya Kusuma

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Masih dalam ingatan ketika 10 tahun silam, tepatnya Sabtu 27 Mei 2006, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diguncang gempa bumi.

Berdasarkan US Geological Survey, gempa bumi yang terjadi sekitar pukul 05.54 WIB itu tercatat bermagnitudo 6,3. Pusat gempa berada di tenggara Kota Yogyakarta dengan kedalaman 10 km.

Selain di DIY dan Jawa Tengah, getaran gempa juga dirasakan hingga sebagian wilayah Jawa Timur.

Gempa bumi yang berlangsung sekitar 57 detik ini telah memorakporandakan bangunan-bangunan di wilayah DIY dan Jawa Tengah.

Di Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Bantul merupakan wilayah terdampak paling parah di antara tiga kabupaten lainnya. Adapun wilayah Jawa Tengah dampak terparah berada di wilayah Klaten.

Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY yang dikumpulkan dari berbagai sumber, korban jiwa meninggal mencapai 4.659 jiwa sedangkan korban luka-luka mencapai 19.401 orang. Itu hanya di Yogyakarta, belum daerah lain di Jawa Tengah, seperti Kabupaten Klaten dan Boyolali.

Sebagian besar korban tertimpa bangunan rumah yang roboh akibat tidak kuat menahan besarnya guncangan gempa. Warga terpaksa kehilangan tempat tinggal karena rumah mereka rusak bahkan rata dengan tanah.

Perlahan tapi pasti, warga Yogyakarta bersama pemerintah melakukan recovery atau pemulihan untuk kembali menitih kehidupan baru. Lewat gerakan "Jogja Grumegah" (Jogja Bangkit) warga melakukan gotong-royong membangun tempat tinggal mereka yang luluh lantah akibat guncangan gempa.

Lewat gotong-royong dan sinergi antara masyarakat bersama pemerintah, pemulihan pascagempa berlangsung dalam waktu 2 tahun. Proses ini pun diakui masyarakat internasional menjadi yang tercepat.

Ambil hikmah

Masyarakat juga mampu menjadikan peristiwa bencana gempa bumi 2006 menjadi sebuah pembelajaran kehidupan. Dengan begitu, masyarakat dapat hidup selaras di wilayah rawan gempa.

"Memang pascagempa bumi 2006 lalu, banyak perubahan yang terjadi. Terutama bagaimana kesadaran masyarakat," ujar pengamat perkotaan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Muhammad Sani Roychansyah, akhir April 2016.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com