Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diduga Habitatnya Rusak, Penyu Hijau Ditemukan Mati Mengambang di Laut

Kompas.com - 13/05/2016, 19:46 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com - Penumpang perahu cepat yang menyeberang antar kota Balikpapan dan Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur, menemukan penyu hijau yang sudah mati mengapung di laut, Kamis (12/5/2016) lalu.

Bangkai penyu itu mengapung di perairan Kampung Baru, Kecamatan Penajam, sekitar 1 kilometer dari darat. Para penumpang hanya memotret bangkai penyu itu lalu membiarkannya begitu saja hingga hanyut.

“Mereka rombongan PNS dari PPU. Mereka naik speed. Salah satunya melihat ada penyu dan menghentikan kapal. Foto-foto,” kata Koordinator Forum Peduli Teluk Balikpapan, Husen, Jumat (13/5/2016).

“Salah satu penumpang minta penyu diangkat ke kapal, tapi penumpang lain tidak mau, lalu diambil foto, kemudian ditinggal,” kata Husen.

Pertemuan dengan bangkai penyu juga dialami warga lain sehari sebelumnya. Husen mengungkapkan, seorang warga melaporkan bangkai penyu hijau mengapung di perairan Kampung Baru.

“Bedanya, posisi penyu di temuan pertama terbalik dan temuan lain penyu tidak terbalik,” kata Husen.

Pertemuan warga dengan satwa yang terancam sering terjadi belakangan ini. Dua penyu hijau pernah ditemukan tersesat di kawasan hutan bakau (mangrove) di kawasan permukiman pada pertengahan April 2016 lalu. Salah satu penyu bahkan masuk ke pembuangan permukiman warga meski bisa diselamatkan.

Tidak hanya penyu, warga juga menemukan satwa dengan status dilindungi dalam rentang Maret hingga April 2016. Dua lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) ditemukan mati dan dua lainnya tersesat di permukiman warga. Lumba-lumba yang selamat bisa kembali ke laut.

Selain lumba-lumba, juga mamalia lain, yakni porpoise, kerabat lumba-lumba dan paus, juga ditemukan mati akhir April 2016 lalu.  

Temuan ini menggenapi sejumlah laporan lain tentang seringnya pertemuan hewan langka dengan warga di perairan Balikpapan, terlebih tiga bulan belakangan ini.

 Habitat Rusak

Husen menduga, ada kerusakan dalam habitat satwa air di Balikpapan. Pembangunan gencar di pesisir diduga menjadi salah satu penyebabnya.

Pembangunan industri dan perluasan permukiman penduduk, terutama di daerah pesisir yang dicanangkan pemerintah kota dan provinsi, dinilai mengabaikan ekosistem teluk.

Lalu lintas air pun juga meningkat. Habitat satwa pun terganggu.

“Fenomena kematian satwa di perairan teluk ini menunjukkan aktivitas laut terlalu padat, baik karena industri dan pelayaran,” kata Husen.

FPTB pun menuntut pemerintah segera menemukan jalan keluar. FPTB mengusulkan pemerintah segera membuat kajian kualitas baku mutu air dan zonasi bagi perlindungan satwa dan mamalia laut.

“Kita menyampaikan tuntutan ini ke BLH Kota Balikpapan, Maret 2016 lalu. Kita juga menyampaikan usulan sama ke Dinas Perikanan Provinsi dan BLH Provinsi pada April 2016 lalu,” kata Husen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com