Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keramba Dilarang di Danau Toba

Kompas.com - 10/05/2016, 10:37 WIB

SIMALUNGUN, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Simalungun berencana menutup semua keramba jaring apung di perairan Danau Toba yang masuk wilayah Simalungun. Akan tetapi, petani ikan menolak penertiban karena sebagian besar masyarakat di tepi Danau Toba akan kehilangan mata pencarian.

Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Simalungun Jarinsen Saragih, Sabtu (7/5/2016), di Simalungun, mengatakan, penertiban akan dilakukan menunggu keputusan dari Badan Otorita Danau Toba yang akan dibentuk pemerintah pusat.

Menurut Jarinsen, keputusan untuk menertibkan keramba jaring apung diambil untuk mendukung program pemerintah pusat yang menjadikan kawasan Danau Toba sebagai satu dari 10 destinasi pariwisata prioritas di Indonesia.

"Kami telah mengundang semua petani ikan di Kecamatan Haranggaol Horisan untuk hadir dalam sosialisasi penertiban pada Senin (9/5/2016). Kami akan menyampaikan secara resmi kepada petani tentang rencana penertiban keramba," kata Jarinsen.

Jarinsen mengatakan, untuk melakukan penertiban itu, pihaknya menunggu keputusan Badan Otorita Danau Toba tentang tata ruang. Akan tetapi, Pemerintah Kabupaten Simalungun telah menetapkan Kecamatan Haranggaol sebagai zona pariwisata. Karena itu, pihaknya akan melarang keramba beroperasi di perairan Haranggaol Horisan.

Kelebihan beban

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara Zonny Waldi mengatakan, perairan Danau Toba memang sudah kelebihan beban perikanan budidaya. Produksi ikan budidaya Danau Toba sudah mencapai 75.600 ton per tahun, jauh dari daya dukung yang hanya 50.000 ton per tahun.

Namun, menurut Zonny, pelarangan keramba jaring apung di Danau Toba akan sangat sulit dilakukan karena menyangkut mata pencarian masyarakat. Ia mengingatkan, penertiban keramba jaring apung di Danau Toba tidak bisa dilakukan secara terpisah oleh pemerintah kabupaten masing-masing.

Hingga kini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih menetapkan perairan Haranggaol sebagai zona perikanan.

"Kebijakan tentang tata ruang Danau Toba itu lintas kabupaten. Tidak bisa tiap kabupaten membuat kebijakan masing-masing," kata Zonny.

Menurut Zonny, langkah yang paling tepat adalah moratorium izin keramba jaring apung dan penataan ulang zonasi perikanan di Danau Toba. Saat ini, tata ruang keramba di Danau Toba sangat buruk.

Zonny mencontohkan keramba di perairan Haranggaol yang disusun tidak teratur. Seharusnya, keramba hanya bisa dibuat paling dekat 100 meter dari tepi danau. Akan tetapi, di perairan Haranggaol, keramba didirikan hingga ke bibir danau.

Tiap dua baris keramba juga seharusnya diberi jarak setidaknya 25 meter dengan keramba lain. Di tengah zona keramba juga harus dibuat lorong dengan lebar 50 meter sebagai lalu lintas kapal. Sementara di Haranggaol, keramba dibuat berdempetan dan tidak berbaris teratur.

Zonny mengatakan, kematian 1.820 ton ikan di perairan Haranggaol dalam sepekan belakangan juga disebabkan tata ruang keramba yang tidak baik. Buruknya tata ruang ini membuat sirkulasi air dan limbah buruk sehingga kadar oksigen terlarut dalam air menurun.

(Baca juga: Jokowi Minta Gubernur dan Bupati Bersatu untuk Danau Toba)

Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Sumatera Utara, Parlindungan Purba, meminta pemerintah daerah setempat mempertimbangkan perekonomian masyarakat dalam melakukan penertiban. "Yang perlu dilakukan adalah penataan dan pembuatan zona, bukan pelarangan," katanya.

Hasudungan Siallagan, petani ikan, mengatakan, petani menolak untuk ditertibkan. Ia mengatakan, 80 persen warga Haranggaol Horisan akan kehilangan mata pencarian jika keramba dilarang di Danau Toba.

Darma Purba, pelaku pariwisata di Haranggaol, mengatakan, pariwisata di Haranggaol justru semakin hidup karena adanya keramba. Sedikitnya 400 wisatawan dari sejumlah daerah di Sumatera Utara datang setiap hari ke Haranggaol untuk wisata memancing. (NSA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Mei 2016, di halaman 22 dengan judul "Keramba Dilarangdi Danau Toba".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com