Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Sampah Berbasis Sekolah, Secercah Harapan Kurangi Sampah Plastik

Kompas.com - 27/04/2016, 08:35 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Sebelum pemerintah mencanangkan kebijakan kantong plastik berbayar pada Februari 2016, bocah-bocah sekolah di Desa Kalisidi, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, sudah dibiasakan mengurangi sampah plastik di lingkungannya masing-masing.

Sejak Januari 2016, desa tersebut telah menginisiasi pembentukan bank sampah berbasis sekolah.

Bank sampah berbasis sekolah di Kalisidi ini sudah diterapkan di 10 sekolah, mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah dasar (SD).

Setiap sekolah terdapat pegiat atau aktivis bank sampah yang bertugas menyosialisasikan, mengumpulkan, dan mengelola sampah plastik.

Berdasarkan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sampah plastik di lingkungan sekolah, hal ini berbanding lurus dengan perubahan kondisi kebersihan sekolah dan lingkungan.

"Di tempat kami, program bank sampah ini diterapkan dikelas IV, V dan kelas VI. Hingga triwulan ini sudah terkumpul 188 kilogram sampah plastik terjual rp 276 ribu," kata Tutiek, pegiat bank sampah SDN 01 Kalisidi dalam rapat Temu Rutin Kader Pegiat Bank Sampah Berbasis Sekolah, Selasa (26/4/2016) siang.

Sementara itu, di Madasah Ibtidaiyah (MI) Kalisidi II, sampah plastik menjadi media pembelajaran sekolah.

Di sana ada ekstrakurikuler musik dari barang-barang bekas berbahan plastik serta pembuatan kriya berbahan dasar sampah plastik.

(Baca Ekskul Berbasis Sampah, Melatih Kreativitas dan Kepedulian Lingkungan)

Menurut pegiat bank sampah di MI Kalisidi II, Maria Ulfah, sekolahnya juga menerapkan siswa wajib membawa sampah plastik setiap hari Sabtu.

Sejak pertengahan Januari hingga April 2016, sedikitnya sudah terakumulasi 61 kilogram sampah plastik.

"Setiap hari Sabtu siswa diharuskan bawa sampah plastik. Sekarang terkumpul 61 kilogram dengan harga jual Rp 91.500," kata Maria.

DOK. PEMDES KALISIDI Kegiatan bank sampah berbasis sekolah di TK Marsudi Siwi, Desa Kalisidi, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Tak hanya di tingkat SD, pengelolaan sampah plastik di tingkat anak usia TK di Desa Kalisidi ini juga berjalan dengan baik.

Dari 4 TK atau Raudlatul Atfal (RA), para orangtua murid juga ikut terlibat di dalamnya.

"Setiap hari Sabtu, anak-anak harus bawa sampah plastik dari rumah. Ibu- ibunya terutama, sangat mendukung program ini. Hingga sekarang sudah terkumpul 53 kilogram sampah plastik," kata Peni Setiyati, pegiat Bank Sampah TK Marsudi Siwi, Kalisidi.

Pengelolaan sampah berbasis sekolah ini juga diterapkan di RA Tarbiyatus Sibyan, SDN 02 Kalisidi, MI Kalisidi I, RA Kalisidi, SD Kalisidi 03, TK Bina Mandiri.

(Baca Di Perpustakaan Ini, Pinjam Buku Cukup Bayar dengan Sampah Plastik)

Berdasarkan evaluasi tersebut, sampah plastik yang berhasil dikumpulkan melalui program bank sampah berbasis sekolah ini mencapai 500 kilogram selama triwulan pertama ini.

Meski demikian, ada sejumlah kendala dan hambatan, antara lain kontinuitas dan sarana-prasarana yang kurang mendukung program itu.

"Kadang karung yang buat ngumpulin sampah plastik dibawa sama pembeli, sehingga kita harus mengadakan lagi," kata Nur Halimah dari TK Bina Mandiri.

DOK. PEMDES KALISIDI Sampah-sampah plastik dikumpulkan di Bank Sampah MI Kalisidi 02, Ungaran, Kabupaten Semarang. Siswa akan mendapatkan insentif dari sampah plastik yang terjual.
Kepala Desa Kalisidi Dimas Prayito Putro mengatakan, kampanye pengurangan sampah plastik sengaja diarahkan pada sekolah agar anak-anak dalam usia pendidikan dasar ini menjadi agen perubahan di masa depan, minimal bagi lingkungan terdekatnya.

"Jika anaknya sudah mempunyai attitude dan care terhadap persoalan sampah, diharapkan dapat membawa pengaruh bagi keluarga dan orang-orang terdekatnya," kata Dimas.

Untuk sementara, pertemuan rutin kader pegiat bank sampah berbasis sekolah ini didanai oleh dana desa melalui bidang pemberdayaan masyarakat Desa Kalisidi.

Ke depan, diharapkan ada kemandirian secara finansial sehingga kegiatan itu bisa berjalan tanpa bantuan desa.

Sebagai bentuk apresiasi terhadap program ini, Curuglawe Kalisidi-salah satu unit usaha milik desa yang mengelola wisata air terjun setempat-memberikan kompensasi kepada lembaga sekolah, yakni Rp 1.000 untuk setiap kilogram sampah plastik yang dikumpulkan yang tidak terjual.

"Kadang ada sampah yang memang tidak laku dijual, kita berikan kompensasi Rp 1.000 per kilogram. Alhamdulillah, selama tiga bulan terakhir hampir 500 kilogram sampah plastik terkumpul dari program ini," kata Dimas.

Melihat apa yang dilakukan oleh anak-anak usia dini itu, ada secercah harapan akan kehidupan yang lebih baik.

Sebuah penelitian pada 2009 oleh Greeneration, organisasi nirlaba yang berkonsentrasi pada masalah sampah di Indonesia, menyatakan bahwa satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik per tahun.

Bila diakumulasi, ada lebih dari 100 miliar kantong plastik—yang menghabiskan 12 juta barrel minyak bumi—digunakan masyarakat Indonesia dalam satu tahun.

Harian Kompas pada Jumat (29/1/2016) mengutip hasil penelitian Guru Besar Paleobiologi Universitas Leicester Jan Zalasiewicz, yang dipublikasikan dalam jurnal Anthropocene pada 2013.

Isinya mengingatkan bahwa plastik bisa melapisi bumi, menjadi bagian tak terurai di dalam tanah, dan sering pula berakhir di laut.

Bila sudah sampai dasar laut, plastik akan lebih sulit lagi untuk diurai. Kondisi bawah laut yang gelap, dingin, dan minim oksigen semakin menyulitkan proses penguraian plastik.

Menilik kajian itu, sudah selayaknya apa yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Desa Kalisidi meskipun hanya masih sebatas pada lingkungan sekolah ini diapresiasi dengan positif.

Letak Desa Kalisidi yang ada di lereng Gunung Ungaran ini, diharapkan menjadi embrio mengurangi sampah plastik dari daerah hulu, sehingga meminimalisasi bermuaranya sampah plastik di laut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com