Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Kolong Rumah, Petenun Ulos Karo di Samosir Lahirkan Orang-orang Sukses

Kompas.com - 27/04/2016, 07:00 WIB
Kontributor Pematangsiantar, Tigor Munthe

Penulis

SAMOSIR, KOMPAS.com - Selasa (26/4/2016) pagi, saat Samosir baru bangun dari tidur nyenyak dalam selimut Danau Toba yang tenang dan damai, sinar matahari menukik di antara rumah-rumah berpanggung di Dusun Buttu Pangaloan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.

Beberapa ibu dengan menggunakan penutup kepala dari sarung, tampak sedang menjemur padi di depan rumah khas Batak itu. Saat disapa, salah seorang ibu dengan raut wajah ramah dan lepas, menebar senyum. Tentu dengan sapaan khas Batak, Horas. Sambil tangannya tetap menjamah bulir-bulir padi di atas terpal yang tampak sudah kusam.

"Anggo di ari songon on, manjomur eme majo ito (kalau di hari seperti menjemur padi dulu lah)," kata ibu itu dengan ramah.

Ibu ini memilih menjemur padi lebih awal mumpung matahari sedang turun dengan lembut. Martonun atau bertenun sebagaimana dikerjakan para ibu di dusun ini lazim dilakukan pagi hari. Namun karena baru saja panen, beberapa ibu tidak tampak melakukan itu.

Martonun biasa dilakukan di pelataran depan rumah atau di kolong rumah panggung khas Batak. Mereka menyebut kolong rumah itu, bara.

Tiba di sebuah rumah Batak, tampak di bara rumah beberapa ibu duduk, bercengkerama sembari menenun ulos.

Satu orang ibu muda tengah serius dengan tenunannya. Di depannya sebelah kiri, satu ibu sedang menggulung benang dan lainnya sepertinya berbincang menimpali aktivitas bertenun itu.

Esti boru Sitanggang (26), ibu dengan anak satu dari suami marga Naibaho, dengan ramah menerima Kompas.com ketika diminta waktu sebentar untuk berbincang soal aktivitas pembuatan ulos.

Ternyata ulos yang dikerjakan adalah ulos untuk sub etnis Karo, disebut ulos Sigara-gara atau Uis Gara. Desa Pardugul memang dikenal sebagai sentra produksi ulos untuk sub etnis Karo.

Esti mengaku sudah bertenun sejak kelas lima sekolah dasar. Dia diajari oppung borunya atau neneknya. Hingga saat ini, kata Esti, dia menjadikan keahlian bertenun ulos Karo sebagai pekerjaan utama.

"Ini sudah pekerjaan utama saya," katanya sambil terus memainkan alat tenunnya yang sederhana, yang dalam bahasa Batak disebut "parugasan".

Jika suasana hatinya sedang bagus, Esti bisa mengerjakan satu helai Ulos Sigara-gara dalam satu setengah hari. Namun, jika sedang ada rasa malas, ulos tersebut bisa rampung dalam dua hari.

Tak ubahnya orang bekerja di luar sana, Esti mulai mengerjakan ulos berbahan benang mulai pukul 09.00 hingga 13.00. Setelah rehat mengurusi dapur dan rumah, dilanjutkan pukul 15.00 hingga menjelang petang.

"Capek juga, Bang. Soalnya hanya tangan yang bergerak. Pinggang, punggung dan bahu dimakan," katanya.

Kendati capek, namun Esti tetap semangat bertenun. Tampaknya dia memang sangat menikmati pekerjaan itu.

Dari usaha ulos, kata Esti, warga Pardugul banyak yang sudah melahirkan orang sukses, mulai menjadi pejabat, PNS atau guru.

"Kami tak bisa kaya dari usaha ini. Tapi dari sini banyak anak Samosir bisa menguliahkan anak, bahkan sukses menjadi 'orang'," katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com