Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Alhamdulillah, Mereka Sudah Enggak Ngelem Lagi..."

Kompas.com - 29/03/2016, 09:12 WIB

BANDUNG, KOMPAS.com - Berawal dari keprihatinan sekelompok mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung terhadap kondisi anak-anak jalanan. Mereka pun mendirikan Asosiasi Pecinta Anak Jalanan Aspal) pada 2008 silam.

Mereka pun mengumpulkan anak-anak jalanan Kota Bandung, khususnya yang ada di seputar Kiaracondong.  Anak-anak tersebut diberikan edukasi dengan berbagai kegiatan untuk mengisi hari mereka.

“Pergaulan anak jalanan kan rawan banget ya, Misalnya yang kita lihat, masih banyak yang ngelem, nongkrong-nongkrong enggak jelas,” kata Relawan Pengajar Aspal, Rosalina Nurjanah.

Menurut dia, dulu ada anak jalanan yang tewas akibat kebiasaan mengelem, menghirup bahan kimia dari lem untuk menimbulkan sensasi. Namun sekarang, seiring dengan edukasi yang dilakukan Aspal, sudah tidak ada lagi anak-anak asuhannya yang mengelem.

“Ngelemnya parah banget, sampai dulu ada yang meninggal satu orang. Awalnya di lingkungan mereka, kalau ada anak yang enggak ngelem tuh diasingkan. Sekarang kebalikannya, justru mereka yang ngelem dijauhin. Alhamdulillah, mereka sudah enggak ngelem lagi,” kata Oca.

Tujuan Aspal, sebut Oca, secara garis besar ingin mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik.  “Nah, kita mulai dari yang kecil. Di Kiaracondong ini banyak banget anak-anak jalanan. Kita pengen bikin mereka semangat sekolah, dan mau belajar,” kata Oca.

Awalnya hanya 5 anak jalanan yang mengikuti program kerja rintisan Departemen Humas, Lembaga Dakwah Mahasiswa UIN ini. Kini anak-anak yang diasuh Aspal sudah mencapai 26 orang.

“Anak jalanan kan jadwalnya tidak tentu. Sekarang pun masih banyak yang ngamen. Jadi paling bisanya 15 orang tiap pertemuan, tapi kalau kita ada event yang besar kayak kurban bareng anak jalanan, nyate bareng, itu bisa lengkap,” kata Oca, sapaan akrab Rosalia.

Untuk mengumpulkan anak jalanan tiap minggunya, relawan membuat janji tetap dengan mereka.  “Pokoknya kita tunggu di sini, jam 11 tiap hari minggu, terus mereka datang deh,” kata Oca.

“Kadang kalau mereka masih ngamen di angkot kita ajakin, ‘ayo kumpul dulu, kumpul dulu,’ akhirnya pada turun,” tambahnya.

Adapun berbagai kegiatan yang dilakukan Aspal antara lain pendidikan sains sederhana, seperti membuat telepon dari kaleng dan benang.  Kemudian kegiatan yang mengasah kreativitas, seperti membuat kolase, melukis, dan melipat origami. Selain itu, pendidikan moral dan keagamaan juga mereka tanamkan pada anak-anak.

“Kita ngaji Iqra, hafalan surat pendek, doa-doa sehari-hari, kayak doa orang tua. Mengajarkan tentang nikmat bersyukur. Cerita kisah sahabat nabi, dongeng dengan boneka tangan, banyak deh pokoknya,” kata Oca.

Untuk kurikulum pendidikan, Aspal mengadopsi dari kurikulum yang dikembangkan tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar. “Basisnya memang untuk anak jalanan. Jadi sudah diujicoba,” ujarnya.

Hingga saat ini pembiayaan kegiatan pengasuhan anak jalanan bersumber dari donasi alumni, sumbangan masyarakat, dan pengajuan proposal ke lembaga-lembaga sosial.  “Donasi mah Alhamdulillah ada weh,” ujar Oca.

Dia menyebutkan, saat ini edukasi yang dilakukan Aspal masih fokus pada anak-anak. “Belum sampe ke orang tua, karena emang agak sulit,” kata Oca.

Sikap orang tua anak-anak ini beragam. Ada yang menyuruh anaknya untuk sekolah, tetapi ada juga yang justru meminta anaknya tetap ngamen. “Kadang kalau kita ke sini, orang tuanya ada yang enggak suka. Sampai anaknya ada yang enggak dibolehin ke sini,” sebutnya.

“Kasihan juga, anak seusia mereka kan harusnya belajar dan main,” lanjut dia.

Oca mengaku kegiatan Aspal ini juga didukung oleh Ketua Anak Jalanan. Dia merupakan orang yang mengatur kerja pengamen anak di Kiaracondong.

“Bisa dibilang komunikasinya baik lah dengan kita. Meskipun memang dandanannya ditindik, slengean, tapi dia hormat ke kita. Malah, kalau ada even besar kita minta tolong dia mengumpulkan anak-anak,” katanya.

Kegiatan yang dilakukan Aspal selama kurang lebih delapan tahun itu, kini sudah membuahkan hasil.

“Kita selalu mengajarkan mereka untuk tidak meminta-minta. Uniknya mereka enggak pernah berani ngamen di depan kita. Waktu itu pernah kita lagi naik angkot, terus ada mereka ngamen. Akhirnya mereka langsung turun, kabur ‘Malu aya si teteh,’ “ sebutnya.

Semangat belajar mereka juga meningkat. “Kita selalu memotivasi mereka untuk sekolah, beberapa orang tua anak-anak juga kita ajak ngobrol tentang pentingnya pendidikan,” kata Oca.

Ada anak yang sempat berhenti sekolah, sekarang mau bersekolah lagi. “Shalat dan ngaji juga mereka semangat banget sekarang,” kata Oca.

Bagi relawan ASPAL, melihat anak-anak bahagia adalah kebahagiaan sendiri untuk mereka. “Awalnya mereka tuh pengen banget uang. karena mereka pengamen. Biasanya juga kan mereka nongkrong-nongkrong. Di rumah ada yang suka dimarahin mamahnya,” kata Oca.

“Tapi dengan kita datang aja tuh mereka bahagia banget. Jadi lupa sama materi, seneng main, ngaji. Kadang bisa sampe nangis liat anak-anak tuh luar biasa banget,” tambahnya. (tj1)

Artikel ini sudah tayang di Tribun Jabar dengan judul  Mengintip Kegiatan Anak Jalanan di Kiaracondong

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com