Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Prosesi Kure, Tradisi Paskah Tradisional di NTT

Kompas.com - 27/03/2016, 20:47 WIB
Sigiranus Marutho Bere

Penulis

KEFAMENANU, KOMPAS.com - Prosesi Paskah di Kampung Kote, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, disebut dengan nama Kure.

Kure adalah istilah dalam bahasa Latin yaitu berdoa sambil mengunjungi keluarga-keluarga yang pada zaman dahulu menerima agama Katolik yang digelar selama lima hari yakni sejak hari Rabu sampai hari Senin.

Pemangku adat Suku Noemuti, Raja Alex Yosep Antonio Costa, mengatakan ritual Kure sudah berlangsung lama dan tetap dilestarikan sampai saat ini.

"Kure itu adalah istilah dalam bahasa Latin yaitu berdoa sambil mengunjungi keluarga-keluarga yang pada jaman dahulu menerima agama Katolik," kata Costa yang merupakan keturunan kelima dari salah satu penyebar pertama agama Katolik di Pulau Timor.

"Berdoanya juga dilakukan secara singkat dan mereka hanya meminta kekuatan roh Allah dan nenek moyang mereka yang telah menerima datangnya agama Katolik. Dan budaya ini sudah berlangsung lama sejak datangnya Portugis di Noemuti," paparnya.

Saat Kote dikuasai Portugis, datang juga para imam Katolik Dominikan yang kemudian memperkenalkan dan menyebarkan agama Katolik kepada penduduk setempat.

Salah satu peninggalan para imam Dominikan ini adalah menempatkan patung-patung kudus dan benda-benda devosional pada rumah-rumah adat (Ume Mnasi) di Kote.

Penempatan benda-benda kudus pada rumah adat warga Kote itu pun diikuti dengan sebuah tradisi penumbuhan iman, doa bergilir dari satu rumah adat ke Rumah Adat Tuhan (Ume Uis Neno), saat tri hari suci Paskah.

Tradisi doa bergilir yang dilaksanakan pada malam Kamis Putih dan Jumat Agung dalam rangkaian memperingati hari Raya Paskah inilah yang disebut tradisi Kure.

Prosesi Kure diawali dengan ritual pengosongan diri (Boe Nekaf) atau ritual Trebluman, yang dilakukan pada hari Rabu, sehari sebelum tri hari suci.

Semua rumpun suku Ume Uis Neno berkumpul bersama, berdoa, merenung, dan menyesali dosa-dosa (Toas Nek Amleut Polin), untuk siap memasuki minggu sengsara.

Tempat tinggal Ume Uis Neno sebagai tempat awal melalui segala karya dan tempat kembali membawa suka dan duka juga harus dikosongkan dari pengaruh roh jahat.

Prosesi Trebluman sendiri cukup unik, yakni doa pengosongan diri dilakukan secara bersama di gereja setempat pada pukul 17.00 Wita.

Utusan Ume Uis Neno bersama umat lainnya berdoa di gereja dengan menyalakan 13 lilin kerucut yang mengelilingi altar. Ke-13 lilin kerucut ini yang melambangkan Yesus dan 12 rasulnya.

Pada tiap akhir lagu, dua lilin dipadamkan sampai lilin ke-12. Setelah itu, lilin ke-13, yang sementara menyala, disimpan di bawah altar, dan lampu gereja dipadamkan.

Setelah itu, lonceng gereja dibunyikan sebanyak tiga kali. Bersamaan dengan bunyi lonceng yang ketiga, umat dalam gereja langsung bertepuk tangan dan lampu-lampu pada semua rumah penduduk di Kote dipadamkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com