JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk kesekian kalinya, longsor kembali terjadi di Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Banjarnegara pada Kamis (24/3) pukul 19.00 WIB.
Tidak hanya sekali, longsor kedua pada tempat yang sama terjadi pada Jumat pukul 01.30 WIB disusul longsor ketiga pada 06.00 WIB.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanganan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, 158 jiwa mengungsi akibat bencana longsor di Desa Clapar, Banjarnegara, Jawa Tengah.
"Kondisi geologi dan topografi secara alamiah memang mudah terjadi longsor," kata Sutopo lewat keterangan tertulis, Jumat (25/3/2016).
Longsor, kata Sutopo, terjadi pada area yang cukup luas, yaitu pada luas lima hektar tanah yang bergerak sejauh 1,2 kilometer.
Tipe longsoran yang terjadi adalah longsoran merayap (soil creep) yang bergerak secara perlahan-lahan sehingga masyarakat dapat mengantisipasi melakukan evakuasi.
Bencana tersebut, kata dia, terjadi berulang dan pada Jumat pagi terhitung sembilan rumah rusak berat, tiga rumah rusak sedang, dua rumah rusak ringan dan 29 rumah terancam longsor susulan.
Sebanyak 158 jiwa warga RT 3-5 di RW I mengungsi ke SD 2 Clapar, Madukara.
Adapun sebanyak 300 personel gabungan dari BPBD Kabupaten Banjarnegara bersama Kodim 0704 Banjarnegara, Polres Banjarnegara, Banser, PMI, Tagana, Bela Negara dan relawan membantu evakuasi warga ke tempat yang aman.
"Gubernur Jawa Tengah telah memerintahkan BPBD Provinsi Jawa Tengah dan BPBD terdekat seperti BPBD Kabupaten Wosobo, Banyumas, Purbalingga dan Cilacap membantu evakuasi dan pemenuhan kebutuhan dasar bagi pengungsi," kata Sutopo.
"Logistik dan peralatan dikerahkan ke lokasi. Posko penting seperti pengungsian dan dapur umum telah didirikan," ucapnya.
Sutopo mengatakan, kondisi terkini tanah terus bergerak yang dipicu oleh hujan yang turun seharian. Listrik dimatikan dan akses jalan utama Kabupaten Banjarnegara Pagentan melalui Madukara terputus total.
Daerah di sekitar longsor dikosongkan untuk mengantisipasi longsor susulan mengingat area longsor cukup luas.
Menurut Sutopo, dengan kondisi seperti itu sudah tidak layak untuk menjadi permukiman, karena tanah sangat labil dan membahayakan.
Masyarakat pun diimbau untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan. Sebab, curah hujan berintensitas tinggi masih berpotensi terjadi di beberapa wilayah seperti Jawa, sebagian Sumatera bagian selatan, Sulawesi dan Papua.
"Ancaman banjir, longsor dan puting beliung masih tinggi," kata Sutopo.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.