Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Di Gedung Warisan Belanda itu, Anak-anak Berkebutuhan Khusus Belajar Bicara..."

Kompas.com - 24/03/2016, 12:12 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

WONOSOBO, KOMPAS.com — Senyum bahagia tampak jelas dari puluhan anak berkebutuhan khusus (ABK) di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Kamis (24/3/2016) pagi.

Di sebuah gedung warisan Belanda, mereka belajar berbicara, meski secara fisik menderita masalah pendengaran.

Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dena Upakara, Wonosobo, ada 137 anak yang diajarkan berbicara. Mereka yang belajar adalah anak-anak perempuan dari berbagai wilayah di Indonesia yang terganggu masalah pendengaran, dan dalam pertumbuhannya menyebabkan kebisuan.

Namun, ketika Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo datang, bibir para bocah itu mulai bergerak. Dengan suara pelan dan terbata-bata, para anak menyambut dengan ucapan "se-la-mat da-ta-ng". Satu per satu, anak-anak itu berbicara.

Kepala Yayasan SLB Dena Upakara Suster Yuliana mengatakan, gedung yang digunakan mengajar anak-anak sekaligus asrama itu merupakan bangunan Belanda. Bangunan sempat menjadi markas tentara RI saat masa kemerdekaan. Kini, usia sekolah itu 78 tahun. Sekolah tersebut sempat ditutup karena gedung dipakai markas para tentara dalam melawan penjajah.

"Saat Bung Karno berkunjung ke Hotel Merdeka (kini Kresna), ada suster yang lapor enggak bisa mengajar karena sekolah dipakai tentara. Lalu, Bung Karno saat itu juga minta tentara keluar dari sekolah, dan bisa digunakan hingga saat ini," kata Yuliana, Kamis.

Bangunan yang ada pun bernilai sejarah tinggi. Sebagian besar bangunan merupakan heritage atau warisan yang dijaga sejak tahun 1938.

Anak-anak yang diajar bebicara itu memanfaatkan metode metornal reflektif (MMR), atau belajar bahasa ibu. Pelajaran yang disampaikan pada anak menggunakan bahasa ibu.

"Kalau kami menjelaskan kalimat sesuatu, kami menjelaskan dengan bahasa ibu. Jadi, memang agak sulit," ujar salah seorang guru yang telah 28 tahun mengajar, Ningsih.

Anak-anak yang belajar pun tidak diajar bahasa isyarat. Para guru meyakini, ketika anak diajarkan bahasa isyarat, maka tingkat adaptasi di tingkat masyarakat menjadi sulit. Anak yang mengalami gangguan pendengaran juga menyebabkan seorang menjadi sulit bicara.

"Kami ajarkan mereka bukan dengan bahasa isyarat. Kami ingin agar mereka yang belajar segera cepat bersosialisasi pada masyarakat," tambah dia.

Para guru pun ketika kali pertama mengajar akan kesulitan. Butuh waktu sekitar empat tahun bagi guru untuk bisa mengajar ABK ini dan memahami seluruh materi.

Adapun Gubernur Ganjar mendorong SLB terus meningkatkan kemampuan diri. Sejauh ini, fasilitas belajar yang ada sudah cukup untuk memberikan ruang belajar yang cukup.

Ia pun hari itu memberikan semangat kepada dua sekolah luar biasa yang ada di Wonosobo, yaitu SLB Dena Upakara dan SLB Don Bosco.

Ketua Yayasan SLB Don Bosco Bruder Barcel pun menyatakan, kehadiran Ganjar memberikan angin semangat baru bagi anak-anak. Sekolah yang mengajarkan 130 anak lelaki itu diharapkan mampu memungkinkan anak-anak didiknya belajar berbicara secara lebih giat dan disiplin. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com