Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Air Bersih, Wali Kota Balikpapan Mengaku Dimarahi Warga

Kompas.com - 17/03/2016, 22:41 WIB
Dani Julius Zebua

Penulis

BALIKPAPAN, KOMPAS.com –Ratusan warga mengambil air di sumur bor di depan PLTD Gunung Malang di Balikpapan, Kalimantan Timur. Mereka berangsur-angsur datang dari daerah perbukitan dari banyak di seputaran PLTD.

Tiap orang datang menenteng jeriken 20 liter, ember cat 25 kilogram, atau galon air.

“Soalnya sudah dua bulan air sama sekali tidak mengalir di tempat kami. Kami tak cukup uang untuk beli air setiap hari. Jadi dengan (cara mengambil air seperti) ini saja,” kata Deddy, warga Bukit Sion sekitar 500 meter jauhnya dari sumur bor itu, Kamis (17/3/2016).  

Deddy membawa tiga ember cat dan sebuah gallon dengan motor. Ia antre satu jam lamanya di sana.

“Sampai kapan sulit air seperti ini. Air sekarang ini yang penting bisa masak dan minum. Sedikit saja untuk mandi,” kata Lukman, warga di Gunung Sari yang rumahnya 1 Km jauhnya dari sumur bor.

Deddy dan Lukman dua dari ratusan warga lain yang antre di sumur bor depan PLTD saban hari selama satu minggu belakangan ini. Hal serupa juga terjadi di banyak tempat, di antaranya di Kelurahan Sumberejo dan Gunung Bakaran.

Warga yang antre kebanyakan tinggal di daerah bukit, sebagaimana kontur Balikpapan yang berupa bukit dan dataran. Warga memang suka memanfaatkan daerah bukit dan tebing sebagai tempat tinggal dan mendirikan rumah.

Dalam laman resminya, PDAM tidak mampu lagi mengaliri air bersih bagi 37 daerah dengan kontur tinggi atau perbukitan.  Akibatnya, warga terpaksa turun untuk mengambil air di sumur-sumur bor terdekat, atau membeli air lewat truk tangki PDAM dan pengusaha angkutan air dadakan.

Hujan deras yang mengguyur Balikpapan tidak mampu memenuhi waduk Manggar, waduk utama Balikpapan, menjadi awal persoalan. Volume waduk tadah hujan tak bertambah karena sedikitnya jumlah hujan. Volume waduk justru terus menurun rata-rata 3-4 cm per hari.

PDAM pun menggilir disribusi air akibat ketinggian air waduk kini mendekati 4,4 meter. Ketinggian air seperti ini dinilai memasuki masa kritis, karena bisa mempengaruhi warna dan rasa air yang diproduksi.

Akibat penggiliran itu, maka pelanggan yang berada di daerah bukit, atau jauh dari Instalasi IPAM milik PDAM tidak terlayani lagi. “Tempat saya saja sudah dua bulan tidak mengalir,” kata Septian, dari Jalan Bunto Bulaeng di Gunung Kawi.

Dimarahi warga

Wali kota Balikpapan, Rizal Effendi, mengatakan, krisis air bersih di Balikpapan ini membuat pihaknya terus mendapat kecaman. Warga, melalui media sosial dan SMS di sejumlah media massa terus menyudutkan pemerintah atas terjadinya kesulitan air bersih saat ini.

Warga menilai pemerintah lamban dan kebijakan pembangunannya dianggap tidak pro rakyat. “Saya sampai kenyang dimarahi warga. Sudah air mati, listrik padam, warga pakai lilin, dan banyak lagi. Ya di Facebook dan di mana pun,” kata Rizal.

Bukan tanpa jalan keluar. Posko tangki jadi jalan keluar pemerintah untuk saat ini. PDAM menempatkan tangki-tangki air bersih di sejumlah titik di Balikpapan. Warga bisa mengambilnya di sana.

Waduk Manggar sendiri merupakan waduk tadah hujan. Waduk ini menjadi andalan pemasok air bersih bagi 79.000 pelanggan di Balikpapan. PDAM juga mengandalkan pasokan air tanah untuk sebagian kecil warga.

Air waduk sendiri sempat 10,3 meter di bulan Juli 2015. Kondisinya terus menyusut sejak pertengahan Februari 2016. “Penggiliran adalah upaya untuk bisa memperpanjang pasokan rutin bagi warga,” kata Direktur Umum PDAM Tirta Manggar, Gazali Rahman di lain kesempatan.

Krisis air bukan pertama di Balikpapan. Setidaknya, krisis berulang hampir setiap tahun. Diantaranya yang paling parah terjadi pada tahun 2004 dan 2014.

Pemerintah sebelumnya sudah mengantisipasi kelemahan waduk tadah hujan Manggar, dengan membangun waduk Teritip. Waduk ini dibangun di lahan 300 hektar di Kecamatan Balikpapan Timur. Waduk dirancang untuk bisa menghasilkan 400 liter air per detik

Sayang hingga kini, waduk Teritip belum juga selesai. Pemerintah beralasan mereka terkendala pembebasan lahan sekitar 200 ha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com