Bahkan banjir bandang kembali terjadi pada Senin (14/3/2016) petang.
"Ingin makan ikan asin saja sekarang sudah sulit sekali, karena dua warung yang ada di sini sudah tidak berjualan," ungkap seorang warga Samsiah (30) kepada Kompas.com saat ditemui di rumah panggungnya, Kamis (17/3/2016).
Begitu juga, lanjut Samsiah, persediaan beras sudah mulai menipis, bahkan mungkin juga ada yang sudah kehabisan. Karena untuk mendapatkan beras harus menggiling padi ke penggilingan padi yang berada di seberang sungai.
"Enggak ada jalan lagi, jembatan hanya itu-itunya saja," ujar istri Ketua RT 4.
Hal senada juga dituturkan Karsih (50) warga kampung setempat yang sehari-hari menjadi pedagang keliling makanan penganan seperti gorengan dan lain-lainnya.
"Sekarang saya jualan di kampung saja, padahal biasanya suka nyeberang ke kampung-kampung sebelah," ujar Karsih saat berbincang dengan Kompas.com.
Bahkan untuk membeli bahan baku di Kampung Tanggeung harus menitip kepada orang lain. Setiap titip belanjaan harus keluar uang untuk upah sekitar Rp 3.000 hingga Rp 4.000. Biasanya bahan baku yang dibeli seperti terigu, tepung tapioka, minyak goreng, dan kacang kedelai.
"Saya nitip sama tetangga yang mau nyeberang ke Kampung Tanggeung. Biasanya sama anak-anak yang sekolah," tutur Karsih yang menjajakan dagangannya di salah satu rumah warga.
Ketua RT 4 Hermawan menuturkan jumlah penduduk di Kampung Cipiit berjumlah sebanyak 40 kepala keluarga (KK) dengan seluruhnya berjumlah 150 jiwa. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani, buruh tani dan pelajar.
"Anak-anak yang sekolah harus menyeberang Sungai Citalahab. Setiap menyeberang pagi dan siang biasanya diantar dan dijemput sama orangtuanya," tutur Hermawan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.