Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Suami Istri Rintis Warung Berbayar Sampah Plastik karena Bangkrut

Kompas.com - 15/03/2016, 15:31 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin

Penulis

SEMARANG, KOMPAS.com – Wajah sumringah terpancar jelas dari raut muka Sarimin (54) dan Suratmi (52) sore itu. Pasangan suami-istri ini terlihat bahagia lantaran bisa kembali berusaha.

Sempat bangkrut akibat bisnis rongsokan sampah di Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, pasangan itu kembali merintis usaha baru, yaitu warung makan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.

Uniknya, makanan yang dibeli cukup dibayarkan dengan plastik. Oleh karena itu, target pembelinya adalah para pemulung yang mengais nafkah di tempat sampah terbesar di Semarang.

Surimin dan Suratmi sadar betul tentang usahanya yang digelutinya kini. Meski usahanya baru berjalan tiga bulan, pasangan yang telah 8 tahun menekuni bisnis barang bekas itu optimistis akan sukses. Apalagi mereka berpengalaman menangani para pemulung.

Mereka terus berupaya demi menafkahi anak-anak yang tengah mengenyam pendidikan tinggi.

“Saya aslinya punya tanaman tembakau, sama jualan barang bekas. Semua habis karena banjir, kami banyak utang makanya cari penghidupan lain,” kata Suratmi, Senin sore.

Beban itulah yang kini membuatnya kreatif. Dari empat warung makan yang ada di TPA Jatibarang, hanya warungnya yang menggunakan alat transaksi plastik.

Tiap kilogram plastik dihargai Rp 400. Plastik yang mereka kumpulkan kemudian dijual lagi ke pengepul dengan harga Rp 500.

“Jadi, kami sudah untung Rp 100 dari sana. Memang kecil, tapi lumayan kalau ditekuni tiap hari,” imbuh Sarimin di warung Gas Methan miliknya.

"Lumayan karena gas metana ini gratis. Sebulan bisa sampai Rp 1,5 juta," timpal Suyatmi.

Pasangan ini pun juga ikut memulung di TPA selama 1,5 tahun terakhir. Berjualan di tempat sampah pun tidak menyurutkan niatnya. Mereka pun bersyukur karena pengelola setempat memberikan fasilitas dan izin untuk berjualan. Biaya air, listrik, gas dan sewa tempat tidak dipungut biaya sehingga terasa sangat membantu bagi pasangan asal Rembang ini.

Warung berbayar listrik ini juga menggunakan gas metana hasil dari endapan sampah yang telah diolah. Setidaknya, saat ini telah ada 101 kartu keluarga di sekitar TPA yang menikmati fasilitas gratis tersebut.

“Akhir bulan ini menjadi 101 KK. Sebelumnya masih 100 KK, ini ketambahan satu yang mendapat gas methana gratis dari kami,” kata Pengelola TPA Jatibarang, Agus Junaidi.

Agus memuji ide kreatif pemilik warung karena tidak saja membuat roda ekonomi berputar, tetapi juga bisa menolong orang yang tidak mempunyai uang.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi tertarik mengunjungi warung berbayar plastik tersebut. Setelah makan di warung tersebut, ia mendapat inspirasi agar hal serupa diterapkan di titik-titik lain, terutama di tempat pembuangan sampah, maupun bank sampah.

“Ini contoh unik. Kreatif pada sampah, ada formula untuk mendayagunakan sampah plastik ditukar makanan di kantin,” kata Hendi.

Seperti warung biasanya, warung makan plastik ini menyediakan sejumlah menu makanan mulai dari nasi lele, rames, telur hingga mangut. Berbagai minuman juga tersedia, hingga buah-buahan sederhana yang terjangkau bagi para pemulung.

Koordinator Pemulung TPA Jatibarang, Sutarno (69) mengatakan, ide untuk membuat kantin berbayar plastik dilatarbelakangi banyaknya pemulung yang tidak mempunyai uang. Mereka hanya punya barang-barang yang dipulung.

“Pemulung menawarkan dengan pulungannya. Warung-warung pada gak mau, akhirnya pak Sarimin bersedia, akhirnya difasilitasi,” ujar Tarno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com